You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
menyuruh Setan Ngompol pergi lalu semburkan ludah<br />
susur ke tanah. Tak lama setelah kakek itu lenyap ditelan<br />
kegelapan Sinto Gendeng rebahkan diri, berbaring<br />
menelentang di tanah. Langit tampak gelap hitam. Tidak<br />
beda dengan keadaan pikiran dan hati si nenek.<br />
“Apa yang terjadi dengan diriku?” dia bertanya pada diri<br />
sendiri. Mata perlahan-lahan dipicingkan. Saat itu satu<br />
persatu mengiang semua suara hati yang pernah terucap<br />
dalam sanubarinya.<br />
“Kalau muridmu bersalah, katakan padaku apa<br />
salahnya? – Sinto, selama hidupmu kau hampir tidak<br />
pernah mempergunakan akal sehat disertai perasaan hati<br />
yang sejuk... – Tuhan memberimu umur panjang. Apa yang<br />
telah kau kerjakan selama ini? – Hidupmu penuh<br />
kesombongan. Ucapanmu tidak pernah disertai timbang<br />
rasa. Segala perbuatanmu lebih banyak mudarat dari<br />
manfaat. Kau menghancurkan banyak orang. Tapi yang<br />
lebih menyedihkan kau menghancurkan diri sendiri! Apa<br />
kau tidak pernah menyadari bahwa selama ini kau hidup<br />
terkucil dari para sahabat dan tokoh rimba persilatan?<br />
Seseorang merampas Kitab Seribu Pengobatan dari<br />
tanganmu tanpa kau bisa mempertahankan. Bukankah itu<br />
sudah merupakan salah satu petunjuk Gusti Allah bahwa<br />
seharusnya kau bisa berbuat banyak sekali kebaikan<br />
dengan kitab itu? Tapi kau bertindak serakah, berlaku<br />
tinggi hati. Hanya mementingkan diri sendiri! Gusti Allah<br />
menghukummu, memutuskan bahwa kau tidak pantas<br />
menguasai kitab itu. <strong>Murid</strong>mu kau caci maki di hadapan<br />
orang banyak seolah dia lebih buruk dari comberan. Kau<br />
tuduh berbuat yang bukan-bukan. Bahkan kau buat dia<br />
menderita dengan cacat di punggung seumur-umur. Sinto,<br />
apakah kau bukan lagi seorang perempuan yang punya<br />
hati nurani dan welas asih? Iblis apa yang bersarang di<br />
hatimu? Setan mana yang mendekam di benakmu?<br />
Begitukah caramu menjalani sisa-sisa terahir dari usia<br />
kehidupanmu? Atau mungkin kau punya nyawa cadangan.<br />
Sehingga kalau besok kau mati, lusa kau akan hidup