Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Muda dan sisa-sisa anak buahnya tak ada lagi di tempat<br />
itu.<br />
“Pangeran pengecut! Kau mau lari ke mana!” <strong>Wiro</strong><br />
cepat berdiri, mengejar ke arah lenyapnya Pangeran Muda<br />
dan rombongan. Namun hanya lari sejauh delapan langkah<br />
tiba-tiba <strong>Wiro</strong> merasakan tubuhnya di bagian belakang<br />
sakit luar biasa. Dia coba melenyapkan rasa sakit aneh ini<br />
dengan kerahkan tenaga dalam serta alirkan hawa sakti.<br />
Namun rasa sakit bertambah hebat. Dalam keadaan<br />
setengah sadar setengah pingsan <strong>Wiro</strong> melangkah<br />
terhuyung-huyung, berjalan sepembawa kakinya.<br />
***<br />
WULAN Srindi membawa lari anggota Keraton<br />
Kaliningrat sejauh yang bisa dilakukannya. Di satu tempat<br />
dia hentikan lari dan banting orang itu ke tanah. Orang<br />
yang dibanting tanpa cidera sedikitpun cepat bangun,<br />
membungkuk di hadapan gadis bermuka putih itu dan<br />
berkata.<br />
“Terima kasih, kau telah menyelamatkan diriku dari<br />
liang neraka itu.”<br />
Buukkk!<br />
Wulan Srindi hantam muka orang dengan jotosan<br />
keras. Yang dihantam terjengkang di tanah tapi bangun<br />
lagi. Seperti tadi dia tidak mengalami luka sama sekali.<br />
“Kau menolongku, mengapa sekarang memukul<br />
menggebukku?!”<br />
“Kau manusianya yang bernama Pekik Ireng?”<br />
“Betul sekali. Sahabat muka putih kau siapa? Aku ingat<br />
peristiwa di hutan Ngluwer.” Tiba-tiba Pekik Ireng hentikan<br />
ucapan. Wajahnya berubah. Dia ingat kematian temannya<br />
bernama Kuntorandu.<br />
“Ingat kejadian di sebuah dangau sekitar tiga bulan<br />
lalu? Bersama temanmu bernama Kuntorandu kau<br />
memperkosa seorang gadis.”<br />
Lelaki bernama Pekik Ireng jadi pucat wajahnya.