19.11.2012 Views

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

mendapatkan kitab pengobatan itu.” Lalu dengan suara<br />

dikeraskan Setan Ngompol berkata. “Kalian berdua<br />

kembalilah ke Kaliurang. Kalau ada kesempatan aku akan<br />

mengunjungi kalian di Goa Cadasbiru.”<br />

Dua gadis tampak bimbang. Setan Ngompol kedipkan<br />

mata memberi tanda. Tanpa bicara apa-apa lagi, Liris<br />

Merah dan Liris Biru kemudian tinggalkan tempat itu.<br />

“Luar biasa! Apa hubunganmu dengan dua gadis itu?<br />

Sampai keduanya mematuhi ucapanmu?” Sinto Gendeng<br />

bertanya lalu tertawa perlahan.<br />

“Sinto, lupakan mereka. Lupakan semua hal yang lain.<br />

Kita sama-sama dalam keadaan terluka. Kau lebih parah.<br />

Kita harus dapatkan pengobatan.”<br />

“Kita?” ucap Sinto Gendeng. “Setan Ngompol, setelah<br />

kau mengkhianati diriku, antara kita tidak ada lagi ikatan<br />

tali persahabatan. Pergilah sebelum aku sembur mukamu<br />

dengan ludah susur!”<br />

Setan Ngompol pancarkan air kencing. Tentu saja tidak<br />

mengira Sinto Gendeng akan bicara seperti itu. Lama dia<br />

menatap wajah si nenek. Ingin menyelidik apakah si nenek<br />

sungguh-sungguh atau hanya berseloroh dengan<br />

ucapannya tadi. Dari air muka yang tinggal kulit hitam<br />

pembalut tulang itu Setan Ngompol melihat kalau Sinto<br />

Gendeng tidak bergurau. Apa yang diucapkannya tadi<br />

keluar dari otak dan hati.<br />

Setan Ngompol usap-usap bagian bawah perutnya.<br />

Kalau orang tak mau lagi bersahabat, apa yang akan<br />

dilakukannya? Setelah merenung sejurus akhirnya si kakek<br />

bergerak pergi. Pada langkah ke tujuh Setan Ngompol<br />

berhenti lalu berpaling pada si nenek.<br />

“Sinto, jika kau membuang satu persatu orang-orang<br />

yang selama ini dekat dan bersahabat denganmu, di harihari<br />

terakhirmu dalam kehidupan ini kau akan merasa<br />

kesepian. <strong>Sang</strong>at kesepian. Perasaan itu lebih perih dari<br />

sayatan pisau di lubuk hatimu, akan lebih menyesakkan<br />

dari tindihan batu gunung di atas dadamu.”<br />

Sinto Gendeng terdiam lalu lambaikan tangan,

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!