Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
" Suara-suara itu hadir pertama kali saat aku menyenangi kupukupu<br />
dan bunga. Bentuknya bagus-bagus dan warnanya indah-indah.<br />
Saat melihat seekor kupu-kupu menyentuhkan sayapnya pada<br />
kelopak bunga, warna yang dimiliki keduanya berbaur hingga aku<br />
tak tahu mana yang lebih indah. Saat itu aku membayangkan bahwa<br />
kupu-kupu dapat membuat bunga terlihat lebih cantik, dan<br />
sebaliknya. Aku suka saja membiarkan pemandangan itu bergolak<br />
di bawah sinar matahari. Lalu aku semakin senang menghabiskan<br />
malam dengan membayangkan kupu-kupu dan bunga di tempat<br />
tidur, untuk bangun pagi-pagi keesokan harinya dan menyaksikan<br />
sendiri keduanya bercengkerama.<br />
Tapi itu tak berlangsung lama. Ayah memotong bunga milik si<br />
kupu-kupu, dan tak lagi membiarkannya tumbuh. Aku berteriak dan<br />
menangis tersedu-sedu ketika tangkai yang telah terpotong itu<br />
tergeletak pasrah di tanah. Namun ayah justru semakin marah<br />
melihatku demikian, kemudian beliau menamparku. Aku terjatuh ke<br />
belakang. Rasanya sakit, namun tak sesakit perasaanku ketika tahu<br />
aku kehilangan bunga milik si kupu-kupu. Aku tahu, kehilangan si<br />
bunga, berarti kehilangan si kupu-kupu. Aku takut tak dapat lagi<br />
membayangkan keduanya bercengkerama ketika suara-suara itu<br />
menggangguku di tempat tidur dari kejauhan.<br />
Dulu mereka tidak datang tiap malam, hanya kadang-kadang<br />
saja. Tetapi begitu mereka datang, selalu saja aku ketakutan, sangat<br />
takut! Takut yang tidak seperti kalau aku ditakuti teman-temanku<br />
akan wewe gombel, pocong, atau endhas glundung. Tapi rasa takut<br />
itu mengendap di otakku, menggerogotinya dari dalam, kemudian<br />
meninggalkan aku tanpa kehidupan. Seperti mimpi yang<br />
menyeramkan, tapi nyata, dan mimpi itu selalu ada di sana dan<br />
membuatku tak tenang.<br />
Suara-suara itu begitu menusuk telingaku, betapapun lirihnya. Kalau<br />
sudah begitu, aku akan memejamkan mata erat-erat, bahkan<br />
menutupnya dengan bantal, lalu membayangkan bunga dan kupu-kupu.<br />
Pelan-pelan suara itu tak terdengar, dan aku tak lagi menjumpai suarasuara<br />
itu keesokan harinya, dalam jangka waktu yang lumayan lama.<br />
Dan ketika ayah memotong bunga itu, hatiku hancur. Bagaimana<br />
mereka akan menyelamatkan aku dari suara-suara itu? Aku tak dapat<br />
lagi memandangi mereka, dan bayangan mereka terkubur bersama<br />
Bercermin pada Pengalaman 169