02.07.2013 Views

Bab I

Bab I

Bab I

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

kehilangan bunga dan kupu-kupu itu sekali lagi. Kali ini dari kepalaku,<br />

dengan bentuk dan warna yang sudah sama sekali berbeda. Tetapi<br />

yang penting aku masih memilikinya. Dan badut-badut bersuara<br />

lebah itu tak akan mampu membuatku takut, atau menangis. Mereka<br />

tak akan sanggup mengambil apa yang kini hanya boleh kumiliki<br />

sendiri.<br />

"Kau dengar aku?" Suara keras di telingaku datang tiba-tiba dari<br />

salah seorang yang berseragam. "Perhatikan aku, tolong!" Sungguh<br />

tak sopan, ia minta tolong tapi ia membentakku. Aku memandangnya.<br />

Dia bukan badut dan tak cukup pucat untuk menjadi zombie. Hm...<br />

ku kira aku masih harus mencari tahu, apa orang ini!<br />

"Di mana kau malam itu?" Malam itu? Apa yang dia tanyakan?<br />

Apakah dia meanyakan bunga dan kupu-kupu milikku yang selalu<br />

kutemui tiap malam? Oh tidak, jangan-jangan dia orang yang akan<br />

mengambil mereka dariku. Tak akan kubiarkan.<br />

"Jangan diam saja! Katakan, di mana kau malam itu?" Orang<br />

berseragam ini sungguh tak sopan. Dia membentak-bentakku di<br />

hadapan orang banyak. Mungkin ia tak pernah diajarkan sopan<br />

santun. Tapi ia punya bentuk muka yang aneh. Hidungnya terlalu<br />

besar dan ia seakan-akan mampu makan apa saja. Sejenis sapi<br />

mungkin. Ia pasti pemamah biak. Semakin kuperhatikan, ia semakin<br />

memaki. Tapi aku tak mendengar apa yang diucapkannya padaku.<br />

Mukanya terlalu aneh. Jadi, kupikir ia tak akan sanggup mengambil<br />

bunga dan kupu-kupu milikku.<br />

Akhirnya, ketika ia mulai terlihat lelah, seseorang berkata padanya,<br />

"Bawa saja ia ke psikiater! Mungkin ia bahkan tak tahu bahwa ibunya<br />

yang pelacur itu telah dibunuh ayahnya."<br />

"Di mana kau malam itu?" Malam itu? Apa yang dia tanyakan?<br />

Apakah dia kamu tidak terima? Iya, tidak terima? Memang kamu<br />

bisa apa?" Lengkingan suara lain bernada sopran menggertak parau.<br />

Ada kekesalan dan rasa tidak hormat yang menyembul jelas di antara<br />

kepingannya. Lalu bariton itu mulai mendesakkan cacian yang tak<br />

kalah pedas, disambut balasan yang setimpal untuk tiap-tiap diksi.<br />

Mereka meracau dan aku tak dapat lagi mendengar jelas.<br />

Sumber: Sangkekupu.tripod.com/cerita.html<br />

Bercermin pada Pengalaman 171

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!