05.05.2013 Views

panduan-politik-sesat-islam-dan-tentara-salib-robert-spencer

panduan-politik-sesat-islam-dan-tentara-salib-robert-spencer

panduan-politik-sesat-islam-dan-tentara-salib-robert-spencer

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PANDUAN POLITIK SESAT TERHADAP ISLAM (DAN TENTARA SALIB)<br />

BAB 14<br />

ISLAM DAN KRISTEN:<br />

TRADISI YANG SEJAJAR?<br />

“Ini tidak seperti film Hollywood yang bodoh,” kata aktris Perancis Eva Green<br />

tentang film hasil karya sutradara Inggris Sir Ridley Scotts, “Kingdom of Heaven”.<br />

Benar. Ini persis seperti film Inggris yang bodoh.<br />

“Muslim,” kata koran New York Times setelah menonton pertunjukkan per<strong>dan</strong>a<br />

film blockbuster tersebut, “digambarkan cenderung bisa hidup bersama dalam<br />

perbedaan, sampai para ekstrimis Kristen menghancurkan segalanya. Dan bahkan<br />

ketika orang² Kristen telah dikalahkan, orang Muslim masih memberi mereka jalan<br />

untuk kembali ke Eropa dengan aman.” Sir Ridley, menurut koran Times, “berkata<br />

dia harap bisa mendemonstrasikan bahwa orang Kristen, Muslim <strong>dan</strong> Yahudi bisa<br />

hidup bersama dengan harmonis—kalau saja kefanatikan dikepinggirkan.” Atau,<br />

seperti Green katakan, film dimaksudkan untuk menggerakkan hati orang “agar<br />

lebih toleran, lebih terbuka terhadap orang² Arab.” 272<br />

Tebak?<br />

Penyajian Perang Salib jaman modern sekarang Cuma bermotifkan <strong>politik</strong>, sebuah sejarah<br />

yang berisi hal² mustahil. Masalah yang dihadapi dunia sekarang bukanlah penyamarataan<br />

“fundamentalisme religius”—tapi jihad Islamik. Kita tidak akan mampu melawan jihad<br />

tanpa mengembalikan kebanggaan akan peradaban Barat.<br />

Sekarang sudah jelas: ide bahwa Muslim sebenarnya “cenderung ingin hidup<br />

bersama dengan damai” bersama non Muslim sampai ketika Tentara Salib datang,<br />

secara sejarah sebenarnya salah—kecuali yang dimaksud “hidup bersama” oleh<br />

Ridley Scott itu adalah hidup bersama sebagai penindas <strong>dan</strong> tertindas, yaitu<br />

dhimma. Baik dia maupun Eva Green membuat motivasi yang berdasarkan PC<br />

dibelakang film ini sudah terlihat jelas: untuk menunjukkan bahwa apa yang<br />

merusak kehidupan bersama dalam damai antara Muslim <strong>dan</strong> non Muslim adalah<br />

“kefanatikan,” bukanlah sebuah elemen dalam tradisi religius. Film ini juga<br />

dimaksudkan untuk membuat kita “orang² Barat yang tidak toleran <strong>dan</strong> rasis” ini<br />

ramah terhadap orang² Arab.<br />

272 Alan Riding, “The Crusades as a Lesson in Harmony?” New York Times, April 24, 2005.<br />

143

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!