You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SELINGAN<br />
Bersama putra kedua, Mayor<br />
John David Nalasakti Sondakh<br />
REPRO : BUKU LAKSAMANA KENT<br />
soldier never die, they<br />
just fade away.” Pernyataan<br />
“OLD<br />
Jenderal Douglas MacArthur<br />
pada 1951 itu sepertinya bisa<br />
menggambarkan sosok Laksamana Bernard<br />
Kent Sondakh saat ini. Sembilan tahun pensiun<br />
sebagai pelaut tak menyurutkan perhatiannya<br />
terhadap dunia maritim. Dengan cermat,<br />
ia mengikuti berbagai program pemerintahan<br />
Joko Widodo untuk mewujudkan Indonesia<br />
sebagai negara maritim. Ia menyokongnya,<br />
sekaligus memberikan beberapa catatan kritis.<br />
Soal pembangunan jalan tol laut, misalnya.<br />
Hal itu, kata dia, harus diikuti dengan pemberian<br />
insentif kepada para pengusaha untuk<br />
menggeser industrinya ke daerah terpencil<br />
dengan sistem regional. “Juga insentif kepada<br />
perusahaan yang menjual produknya kepada<br />
agen-agen yang jauh di luar Pulau Jawa,” kata<br />
Kent.<br />
Ide-ide terkait hal itu sebetulnya pernah ia<br />
paparkan saat menjadi Kepala Staf Angkatan<br />
Laut, 25 April 2002-18 Februari 2005. Sayang,<br />
respons pemerintah tak seperti yang diharapkan<br />
karena terbatasnya anggaran.<br />
Saat ditemui di rumahnya, kompleks TNI AL<br />
Kelapa Gading, 19 Januari lalu, ia dengan jernih<br />
kembali memaparkan berbagai konsep dan<br />
sepak terjang yang dilakukannya sebagai KSAL.<br />
Berikut ini penuturan pensiunan laksamana<br />
kelahiran Tobelo, Halmahera Utara, 9 Juli 1948,<br />
itu.<br />
●●●<br />
Kebijakan poros maritim pemerintahan Joko<br />
Widodo bukan ide dari saya.<br />
MAJALAH DETIK 26 JANUARI - 1 FEBRUARI 2015