You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SELINGAN<br />
Bergaya ala Marinir<br />
REPRO : BUKU LAKSAMANA KENT<br />
Sekarang nelayan kita merupakan masyarakat<br />
yang paling miskin. Coba lihat nelayan di<br />
Norwegia atau Kanada, begitu kaya-kaya. Saya<br />
pernah sarankan ke (Presiden) Susilo Bambang<br />
Yudhoyono agar industri strategis yang dulu<br />
hampir mati, seperti PT PAL, PT Kodja Bahari,<br />
PT Pindad, dan lainnya, bisa dimanfaatkan.<br />
Dulu konsep awal industri ini hanya buat pesanan<br />
dari militer. Padahal TNI uangnya tidak<br />
ada atau pas-pasan. Belum tentu AL bisa pesan<br />
di PT PAL tiap tahun. Akhirnya industri ini<br />
menanggung beban. Nah, sekarang, kalau kita<br />
butuh kapal ikan, minimal 20 ribu buah ukuran<br />
50 ton sampai 300 ton, PT PAL bisa ditugaskan.<br />
Setahun bikin seribu atau dua ribu kapal.<br />
Mekaniknya dibikin PT Pindad, elektroniknya<br />
oleh PT Inti. Jadi semua industri strategis dapat<br />
kerjaan.<br />
Seperti di luar negeri, satu grup atau keluarga<br />
dikasih kapal dengan sistem bagi hasil. Nelayan<br />
dapat 40 persen, pemerintah 60 persen.<br />
Dalam lima tahun, nelayan bisa ambil kapal itu.<br />
Jadi semua nelayan punya kapal sendiri.<br />
●●●<br />
Saat masih taruna, Kent Sondakh pernah menangis<br />
karena ditolak menjadi marinir seperti<br />
cita-citanya sejak kecil. Maklum, saat masih di<br />
Tobelo, ia kerap melihat penampilan pasukan<br />
MAJALAH DETIK 26 JANUARI - 1 FEBRUARI 2015