Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
SELINGAN<br />
Kent Sondakh bersama<br />
Ronnie Tay, Ng Yat Chung,<br />
Endriartono Sutarto, Zahidi<br />
Zainudin, dan Mohamad<br />
Anwar Mohamad Nur saat<br />
peluncuran patroli bersama di<br />
atas KRI Tanjung Dalpele di<br />
Batam, 20 Juli 2004.<br />
GETTY IMAGES<br />
KANTOR Biro Maritim Internasional<br />
(IMB), yang bermarkas di Singapura,<br />
melansir data melonjaknya angka<br />
perompakan dan penculikan di laut.<br />
Sementara pada 2002 tercatat 192 kasus, pada<br />
2003 melonjak jadi 445 kasus di seluruh dunia.<br />
Dari jumlah itu, 139 kasus di antaranya terjadi<br />
di Selat Malaka.<br />
Data itu menjadi santapan empuk media internasional.<br />
Far Eastern Economic Review edisi<br />
27 Mei 2004 menulis laporan bertajuk “Sea<br />
of Trouble”. Isinya mengurai kejahatan di Selat<br />
Malaka meningkat tajam akibat krisis ekonomi<br />
dan politik di Indonesia.<br />
Majalah The Economist edisi 12 Juni 2004<br />
juga menurunkan laporan tentang ancaman<br />
teroris dan perompakan di Selat Malaka.<br />
Menyikapi hal itu, Panglima Pasifik Amerika<br />
Serikat Laksamana Thomas Fargo berencana<br />
menerjunkan pasukan di selat sepanjang 800<br />
kilometer itu. Kepala Staf TNI Angkatan Laut<br />
Laksamana Bernard Kent Sondakh pun terusik<br />
dibuatnya. Untuk mematahkan niat Amerika<br />
Serikat, ia merangkul Singapura dan Malaysia<br />
untuk melakukan patroli bersama.<br />
lll<br />
Orang semua tahu Indonesia disebut black<br />
water. Laksamana Fargo dari Amerika bilang<br />
di koran, akan kirim kekuatan untuk turut<br />
mengawal Selat Malaka. Saya tersinggung.<br />
Kita yang punya kedaulatan kok dia yang mau<br />
masuk. Sebetulnya Menteri Pertahanan Singapura<br />
sempat memberi isyarat menyokong ide<br />
MAJALAH DETIK 26 JANUARI - 1 FEBRUARI 2015