Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
EKONOMI<br />
<strong>KE</strong>RETA CEPAT<br />
Shinkansen "Dr Yellow"<br />
menjalani pemeriksaan<br />
berkala di pabriknya di<br />
Shizuoka, Jepang. Kereta ini<br />
bertugas mengecek kondisi rel<br />
kereta cepat.<br />
ASAHI SHIMBUN/GETTY IMAGES<br />
Utusan dua negara dikirim ke Indonesia agar<br />
menang dalam beauty contest proyek kereta<br />
cepat. Tapi Presiden Joko Widodo pada awal<br />
bulan ini memutuskan lain: kedua proposal<br />
ditolak. Penolakan bukan karena urusan besarnya<br />
biaya ini, melainkan karena ada uang APBN<br />
di dalamnya. Proposal Jepang meminta jaminan<br />
pemerintah, sedangkan proposal Tiongkok<br />
meminta ada dana pemerintah yang ditanam<br />
dalam proyeknya.<br />
Dalam pembiayaan proyek kereta cepat ini,<br />
Tiongkok mengusulkan konsep perusahaan patungan.<br />
Dalam perusahaan itu, porsi 60 persen<br />
Indonesia dan 40 persen Tiongkok. Nah, perusahaan<br />
patungan itu menyediakan 25 persen<br />
modal. Sisa kebutuhan yang 75 persen?<br />
“Untuk 75 persen sisa tambahan modalnya<br />
bisa mengajukan pinjaman ke China Development<br />
Bank,” kata Deputi Menteri Koordinator<br />
Perekonomian Bidang Koordinasi Percepatan<br />
Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Luky<br />
Eko Wuryanto.<br />
Padahal, seperti muncul saat evaluasi di<br />
kantor Menteri Koordinator Perekonomian<br />
Darmin Nasution, diperkirakan proyek ini bakal<br />
membebani APBN untuk membayar cicilan. Di<br />
sisi lain, pemerintah sedang berfokus mengucurkan<br />
dana untuk proyek jalur kereta api di<br />
luar Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi.<br />
Selain itu, jarak Jakarta-Bandung dipandang<br />
terlalu pendek untuk kereta dengan kecepatan<br />
320-350 kilometer per jam. Hasil rapat tingkat<br />
MAJALAH DETIK 14 - 20 SEPTEMBER 2015