Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
SELINGAN<br />
Di klinik Universitas<br />
Moestopo, Jakarta<br />
FOTO: SUDRAJAT /DETIKCOM<br />
Saya berusaha untuk se-obyektif mungkin<br />
dalam menulis,” kata Mira, yang beragama<br />
Protestan, saat ditemui majalah detik di klinik<br />
Universitas Moestopo di kawasan Senayan,<br />
Jakarta, Senin pagi, 7 September lalu.<br />
Total, penulis kelahiran Jakarta, 13 September<br />
1951, itu telah menghasilkan 82 karya, yang<br />
terdiri atas 75 novel serta 7 kumpulan novelet<br />
dan cerpen. Dari jumlah itu, 42 judul di antaranya<br />
telah diangkat ke layar lebar dan sinetron.<br />
Mira mengaku tak punya resep khusus yang<br />
membuat karya-karyanya begitu digemari masyarakat.<br />
“Saya cuma menulis kalau sedang<br />
mood saja, tak pernah mau menerima pesanan,”<br />
ujar novelis yang menggemari karya-karya<br />
Nh. Dini, Romo Y.B. Mangunwijaya, dan Pearl<br />
S. Buck itu.<br />
Latar profesinya sebagai dosen dan dokter<br />
diakui turut membantu perjalanan kariernya<br />
sebagai penulis. Sebab, saat berinteraksi dengan<br />
para mahasiswa maupun pasien, ada cerita-cerita<br />
dari mereka yang menginspirasinya<br />
untuk diangkat menjadi novel. Mira antara lain<br />
menyebut novel Perisai Kasih yang Terkoyak,<br />
yang berkisah tentang temannya yang mengidap<br />
kanker otak, dan Relung-relung Gelap Hati<br />
Sisi, yang bertema tentang lesbian.<br />
lll<br />
Mira belajar menulis sejak masih sekolah<br />
dasar. Tapi yang membuatnya makin percaya<br />
diri untuk menjadi penulis adalah ketika cerita<br />
pendeknya, Benteng Kasih, dimuat di majalah<br />
MAJALAH DETIK 31 AGUSTUS - 6 SEPTEMBER 2015