You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
KOLOM<br />
Kehutanan, Universitas<br />
Mulawarman, Samarinda<br />
l Magister Studi Pembangunan,<br />
Universitas Sumatera<br />
Utara, Medan<br />
PENGALAMAN<br />
PE<strong>KE</strong>RJAAN:<br />
l Desember 2012-sekarang:<br />
Kepala Greenpeace Indonesia<br />
l Februari 2010-November<br />
2012: Konsultan Regional<br />
(Asia) untuk Program Keadilan<br />
Iklim untuk Program<br />
UEM, Wuppertal, Jerman<br />
l Desember 2008-Januari<br />
2010: Koordinator Kegiatan<br />
Kampanye Internasional<br />
di Friends of the Earth<br />
International (FoEI), Amsterdam,<br />
Belanda. FoEI<br />
adalah organisasi federasi<br />
lingkungan hidup akar<br />
Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Papua. Dengan kata<br />
lain, kebakaran hutan itu sebenarnya merupakan kebakaran (lahan) gambut.<br />
Dalam kondisi alamiah, kebakaran hutan dan lahan gambut hampir mustahil<br />
terjadi, apalagi di kawasan hu tan hujan tropis yang lembap dan basah. Sayang,<br />
kerusakan hutan dan lahan gambut yang demikian parah telah membuat keseimbangan<br />
alamiah tersebut terganggu. Kawasan gambut menjadi kering dan sangat<br />
rentan terhadap kebakaran. Pembuatan kanal-kanal dalam kawasan gambut di area<br />
perkebunan kelapa sawit atau kebun kayu monokultur telah membuat gambut<br />
menjadi kering dan mudah dimakan api saat musim kemarau tiba.<br />
Kebakaran pada kawasan gambut mudah merambat ke bawah permukaan tanah<br />
dan sesekali membesar ke permukaan bila terdapat semak belukar atau bahan<br />
organik kering. Hal ini mengakibatkan pemadaman kebakaran di lahan gambut<br />
menjadi sangat sulit dilakukan. Sementara itu, lahan gambut menyimpan karbon,<br />
salah satu gas rumah kaca terpenting, dalam jumlah yang sangat besar. Bila lahan<br />
gambut terdegradasi dan terbakar, ia akan melepaskan emisi karbon yang telah<br />
tersimpan selama ribuan tahun ke atmosfer dengan cepat serta merusak kemampuan<br />
ekosistem untuk pulih kembali untuk menyerap karbon. Sekali lahan gambut<br />
rusak, ia nyaris tidak dapat dipulihkan kembali.<br />
Melindungi gambut kaya karbon Indonesia adalah kunci untuk mengurangi kerugian<br />
kebakaran hutan, tetapi masih belum ada perlindungan hukum yang cukup<br />
atas seluruh gambut dan hutan. Kanal-kanal yang dibangun perusahaan-perusahaan<br />
kebun sawit dan kebun kayu (hutan tanaman industri/HTI) monokultur skala<br />
besar di kawasan gambut yang bertujuan mengeringkan kawa san gambut untuk<br />
ditanami kelapa sawit atau akasia telah menghancurkan ekosistem gambut kita.<br />
MAJALAH DETIK 14 - 20 SEPTEMBER 2015