bahan ajar budaya nusantara ii - Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
bahan ajar budaya nusantara ii - Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
bahan ajar budaya nusantara ii - Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
pacce dipakai untuk membantu sesama anggota masyarakat yang berada dalam<br />
penderitaan.<br />
a. Falsafah Siri’<br />
Ada berbagai pandangan tentang pengertian siri’ Ada ahli hukum adat<br />
yang mengatakan bahwa siri’ adalah suatu perasaan malu karena<br />
dilanggar norma adatnya. Ahli lain mengatakan bahwa siri’ adalah<br />
merupakan pembalasan berupa kewajiban moral untuk membunuh fihak<br />
yang melanggar adatnya. Siri’ dapat dikategorikan dalam empat kategori,<br />
yaitu:<br />
1) siri’ dalam hal pelanggaran susila (misalnya: kawin lari, perzinahan,<br />
perkosaan, dan incest)<br />
2) siri’ yang berakibat kriminal (menempeleng orang, menghina dengan<br />
kata- kata kasar sehingga terjadi perkelahian)<br />
3) siri’ yang dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja (melihat orang<br />
lain sukses lalu mengikuti jejaknya)<br />
4) siri’ yang berarti malu-malu (sirik-sirik)<br />
b. Pacce<br />
Pacce secara harfiah bermakna perasaan pedih dan perih yang dirasakan<br />
meresap dalam kalbu seseorang karena melihat penderitaan orang lain.<br />
Pacce ini berfungsi sebagai alat penggalang persatuan, solidaritas,<br />
kebersamaan, rasa kemanusiaan, dan memberi motivasi pula untuk<br />
berusaha, sekalipun dalam keadaan yang sangat pelik dan berbahaya. Dari<br />
pengertian tersebut, maka jelaslah bahwa pacce itu dapat memupuk rasa<br />
persatuan dan kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia agar<br />
mau membantu seseorang yang mengalami kesulitan. Bagi orang Makassar,<br />
kalau bukan siri’, pacce-lah yang membuat mereka bersatu.<br />
c. Falsafah ‘Sipakatau’<br />
Sesungguhnya <strong>budaya</strong> Makassar mengandung esensi nilai luhur yang<br />
universal, namun kurang teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam<br />
kehidupan sehari-hari. Kalau ditelusuri secara mendalam, hakikat<br />
ke<strong>budaya</strong>an Makassar sebenarnya bertitik sentral pada konsep mengenai<br />
‘tau’ (manusia), yang melahirkan penghargan atas sesama manusia. Bentuk<br />
penghargaan itu dimanifestasikan melalui sikap <strong>budaya</strong> ‘sipakatau’ yang<br />
113 | P a g e