12.03.2015 Views

20150309_MajalahDetik_171

20150309_MajalahDetik_171

20150309_MajalahDetik_171

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

SENI HIBURAN<br />

TARI<br />

nihil. Ketawang adalah tari bedoyo, yang keluar<br />

setahun sekali sewaktu ulang tahun penobatan<br />

raja (tingalan jumenengan), sedangkan srimpi<br />

adalah tari klasik lain lagi, sama-sama dari keraton.<br />

Ganep adalah bilangan genap, sedangkan<br />

lima bilangan ganjil.<br />

“Jadi srimpi ketawang adalah nihil, lima ganep<br />

juga nihil. Artinya, bagaimanapun, kita ini tidak<br />

ada apa-apanya,” ujar Inonk seusai pementasan.<br />

Mbah Kawit dan empat perempuan ini<br />

mengingatkan kita pada istilah magersari, yakni<br />

orang yang boleh tinggal di sebuah rumah tapi<br />

tak boleh memiliki. Orang kaya dalam masyarakat<br />

Jawa dulu bisa dipastikan punya rumah<br />

utama, disebut rumah kanjengan. Tiap rumah<br />

kanjengan umumnya punya magersari.<br />

Dalam cerita ini, Mbah Kawit adalah magersari<br />

pertama, yang punya tanggung jawab memelihara<br />

dan merasa memiliki (rumongso melu<br />

handarbeni) rumah. “Setelah Mbah Kawit yang<br />

jadi pengikat itu tak ada, empat perempuan ini<br />

tak kuat lagi menyangga. Apalagi anak-anak<br />

sudah dewasa, larinya sudah tak bisa dikendalikan,”<br />

kata Inonk.<br />

Mbah Kawit yang ikhlas, jujur, dan setia<br />

mengajari manusia tak perlu pusing membalas<br />

perbuatan buruk orang lain, toh si jahat dan si<br />

baik sama-sama menuju akhirat. Sama-sama<br />

menyanyi dengan gembira sambil terus melakukan<br />

kebaikan adalah laku terbaik agar jalan<br />

pulang lapang adanya. ■ SILVIA GALIKANO<br />

MAJALAH DETIK 9 -- 15 MARET 2015

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!