Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Terlalu Besar<br />
untuk Diampuni<br />
TAHUN 2006 lalu, Dana Moneter<br />
Internasional (IMF) setuju menghapuskan<br />
utang 19 negara miskin yang<br />
totalnya mencapai US$ 3,3 miliar.<br />
Dan Indonesia tidak termasuk dalam daftar.<br />
Negara miskin yang utangnya diampuni:<br />
Benin, Bolivia, Burkina Paso,<br />
Kambodia, Ethiopia, Ghana, Guyana, Honduras,<br />
Madagaskar, Mali, Mozambik,<br />
Nikaragua, Niger, Rwanda, Sinegal,<br />
Tajikistan, Tanzania, Uganda dan Zambia.<br />
Negeri-negeri itu dinilai punya beban<br />
utang terlalu berat sehingga kemungkinan<br />
kecil bisa bangkit, bahkan untuk memberi<br />
makan atau layanan dasar seperti kesehatan<br />
dan pendidikan yang memadai bagi rakyatnya.<br />
Seperti apakah negeri yang bisa dikategorikan<br />
”sulit bangkit” itu?<br />
IMF mengelompokkan negeri yang<br />
dihapuskan utangnya ke dalam kategori HIPC<br />
(heavily indebted poor countries). Mereka<br />
adalah negeri yang rasio utang terhadap<br />
ekspornya lebih besar dari 150% dan rasio<br />
pembayaran bunga utangnya terhadap<br />
ekspor lebih besar dari 15%.<br />
Indonesia sebenarnya masuk dalam kategori<br />
itu. Rasio Indonesia untuk dua<br />
indikator tadi bahkan lebih buruk dari ratarata<br />
negeri HIPC. Pada 1998, rasio utang<br />
Indonesia terhadap ekspornya mencapai<br />
252% dan rasio bunga utang terhadap<br />
ekspor mencapai 33%. Dalam beberapa<br />
tahun terakhir, rata-rata separuh pengeluaran<br />
pemerintah pusat dipakai untuk membayar<br />
utang.<br />
Pada 2006, total pembayaran utang<br />
luar dan dalam negeri mencapai Rp 166,64<br />
triliun. Tidak ada negeri yang proporsi pembayaran<br />
utangnya terhadap anggaran tahunan<br />
seberat Indonesia.<br />
Tapi, Indonesia anehnya tidak masuk<br />
kategori negeri yang utangnya bisa dihapuskan.<br />
Meski Bank Dunia dalam laporan<br />
”Global Development Finance 2000 dan<br />
2001” memasukkan Indonesia ke klasifikasi<br />
negeri termiskin, yakni SILIC (severely indebted<br />
low income countries), Indonesia<br />
dikeluarkan dari daftar negeri yang diusulkan<br />
utangnya dihapuskan. Alasannya? Badanbadan<br />
keuangan dunia menilai jumlah utang<br />
Indonesia terlalu besar untuk bisa diampuni,<br />
yang jika dilakukan bakal membuat rugi<br />
para kreditor, yakni negeri-negeri maju.<br />
Total utang 19 negara<br />
yang diampuni tadi<br />
hanya 5% dari utang<br />
luar negeri Indonesia.<br />
Boleh jadi Indonesia<br />
adalah negeri miskin<br />
yang sombong dan tidak<br />
pernah belajar dari<br />
kemiskinannya.<br />
Utang Negara yang Menggunung<br />
PADA 1967, utang<br />
pemerintah Indonesia<br />
hanya 2 miliar dollar AS<br />
(atau hanya Rp 2 triliun,<br />
dengan nilai dollar AS<br />
kala itu setara Rp 1.000).<br />
Selama Orde Baru dan<br />
Orde Reformasi, Indonesia<br />
terus menumpuk utang<br />
makin besar, yang pada<br />
2005 nilainya mencapai<br />
Rp 1.282 triliun atau<br />
sekitar 130 miliar dollar<br />
AS. Sebelum Krisis<br />
Ekonomi 1997,<br />
Pemerintah Indonesia<br />
tidak punya utang<br />
domestik dalam valuta<br />
rupiah. Namun, setelah<br />
menerbitkan obligasi<br />
dalam negeri untuk<br />
membiayai penyelamatan<br />
dunia perbankan,<br />
pemerintah berutang baru<br />
Rp 658 triliun.<br />
Dalam beberapa tahun<br />
terakhir, pembayaran<br />
utang asing maupun<br />
domestik sekitar 50% dari<br />
anggaran, dan 60% dari<br />
pendapatan pajak, atau<br />
52 persen dari produk<br />
domestik bruto (PDB).<br />
Pada 2004, pemerintah<br />
setuju membayar seluruh<br />
cicilan pokok dan bunga<br />
utang luar negeri senilai<br />
Rp 68,8 triliun (US$ 6,8<br />
miliar). Pada tahun<br />
berikutnya, Indonesia<br />
mengalokasikan Rp 71,98<br />
triliun (US$ 7,1 miliar)<br />
untuk membayar cicilan<br />
pokok dan bunga utang<br />
luar negeri.<br />
Pada 2006 pemerintah<br />
harus membayar<br />
angsurang pokok dan<br />
bunga utang luar negeri<br />
sebesar Rp 91,71 triliun<br />
dan Rp 74,93 triliun utang<br />
dalam negeri. Total utang<br />
harus dibayar sebesar<br />
Rp 166,64 triliun.