Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
aspek ekonomi yang terbukti merusak.<br />
Globalisasi ekonomi gagal meningkatkan<br />
kesejahteraan dunia seperti dijanjikan,<br />
dan justru sebaliknya menciptakan struktur<br />
yang timpang dan ekspoitatif. Kegagalan itu<br />
terletak terutama pada serangkaian kebijakan<br />
ekonomi neoliberal salah arah, namun<br />
dipromosikan besar-besaran.<br />
Kritik terhadap globalisasi akhirnya<br />
identik dengan kritik terhadap neoliberalisme,<br />
serangkaian kebijakan ekonomi yang efeknya<br />
sangat mencolok: si kaya makin kaya dan si<br />
miskin makin miskin. Neoliberalisme bercirikan<br />
antara lain pada promosi lantang tentang<br />
liberalisasi perdagangan dan investasi,<br />
privatisasi dan deregulasi, kata-kata yang<br />
setiap hari kita baca dan dengar di media<br />
massa.<br />
Pandangan ini tidak hanya dipromosikan<br />
tapi dipaksakan secara tidak demokratis.<br />
Banyak negara berkembang, seperti Indonesia,<br />
resep neoliberalisme merupakan bagian<br />
terpadu dari paket utang yang diberikan oleh<br />
negara-negara Barat dan Utara, oleh IMF,<br />
Bank Dunia dan ADB. Negara berkembang<br />
yang berutang, seperti Indonesia, tidak bisa<br />
merumuskan kebijakan ekonomi sendiri<br />
sesuai kepentingan rakyatnya. Mereka tidak<br />
bisa memilih lain kecuali menerapkan rangkaian<br />
kebijakan itu dirumuskan oleh elit ekonomi<br />
dunia IMF dan Bank Dunia yang bermarkas<br />
di Washington, dan karenanya sering<br />
disebut sebagai ”The Washington Consensus”.<br />
IMF dan Bank Dunia menjadi semacam<br />
Foto-foto: Dok. WALHI<br />
lembaga ”supra pemerintah” dengan politisi<br />
dan ekonom yang tidak pernah dipilih dan<br />
tidak akuntabel meski kebijakannya punya<br />
pengaruh dahsyat di negara-negara<br />
berkembang.<br />
”The Washington Consensus” menciptakan<br />
pengangguran dan proses pemiskinan<br />
dengan resep-resep kebijakannya yang<br />
secara patuh dilaksanakan para ekonom<br />
kita: memperketat belanja pemerintah de-<br />
ngan memangkas anggaran sosial dan<br />
menghapus subsidi; membuka pasarnya<br />
untuk impor, termasuk impor bahan pangan<br />
yang berkibat pada kehancuran ekonomi<br />
pertanian lokal; serta membuka lebar negeri<br />
untuk modal asing meski itu harus dilakukan<br />
dengan melonggarkan hukum dan undang-<br />
IMF punya peran kunci dalam menggunungnya<br />
beban utang publik Indonesia,<br />
baik luar negeri maupun domes-<br />
tik. Lembaga itu didominasi oleh<br />
negeri-negeri maju seperti Amerika, Jepang<br />
dan Inggris, pemilik saham<br />
terbesar. IMF juga bertindak sebagai<br />
penyaring akses Indonesia ke keuangan<br />
dan modal internasional. Untuk bisa<br />
meminjam ke pasar modal dunia, atau<br />
memperoleh pinjaman dari negeri maju,<br />
pertama-tama dia harus memperoleh<br />
restu dari IMF.<br />
IMF sendiri mengakui membuat kesalahan<br />
ketika sebuah tim staf kecil IMF,<br />
hanya setelah dua pekan di Jakarta, meminta<br />
Bank Indonesia menutup 16 bank<br />
pada 1 November 1997. Ongkos dari<br />
blunder ini telah berakibat pada meningkatnya<br />
beban utang domestik raksasa<br />
senilai 80 milyar dollar AS (Rp 700 triliun).<br />
Sebelum krisis ini, Indonesia tidak memiliki<br />
beban utang domestik yang<br />
undang yang melindungi rakyat setempat.<br />
Sesuai dengan namanya, “The Washington<br />
Consensus” juga seringkali menjadi<br />
bagian integral dari kebijakan politik luar<br />
negeri AS. Mengikuti secara buta resep IMF<br />
dan Bank Dunia artinya sama saja dengan<br />
menjadi orbit ekonomi-politik Amerika.<br />
Peran IMF yang Tidak Demokratis<br />
signifikan.<br />
IMF tidak hanya bertanggungjawab<br />
atas utang yang menggunung. Tekanan<br />
IMF agar negeri-negeri pengutang menghapus<br />
subsidi bahan bakar, misalnya, juga<br />
tidak dipertimbangkan secara masak-masak<br />
dan tidak akuntabel terhadap kekuatan<br />
demokratik. Kenaikan harga bahan bakar<br />
merupakan alat bagi IMF untuk secara<br />
cepat mengumpulkan dana bagi anggaran<br />
Indonesia, yang sebagian besar di<br />
antaranya untuk membayar utang.<br />
Para pejabat IMF dan Bank Dunia<br />
yang mewakili investor asing punya suara<br />
lebih kuat dari keputusan politisi Indonesia<br />
yang dipilih secara demokratis.<br />
Negosiasi IMF/Bank Dunia dan pemerintah<br />
Indonesia hampir selalu besifat<br />
rahasia. Warga Indonesia tidak tahu persis<br />
apa yang dilakukan atas nama mereka<br />
dan biaya besar yang berkaitan dengan<br />
kebijakan yang dipaksakan oleh kreditor<br />
asing. Sangat tidak demokratis.<br />
MENJADI ENVIROMENTALIS ITU GAMPANG! 266 GLOBALISASI DAN LINGKUNGAN HIDUP 267