Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
Menjadi Environmentalis Itu Gampang - Evolusi Alam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Berat sama dijinjing Foto: Timur Angin/Keyword Innovative Communication<br />
DEMOKRASI BUMI,<br />
BERFIKIR DAN BERTINDAK BERBEDA<br />
PANDANGAN suku Indian, konsep<br />
”kecil itu indah” dari Schumacher<br />
serta konsep Bung Hatta tentang<br />
demokrasi dan koperasi di tingkat<br />
desa kini menemukan gaungnya dalam<br />
gerakan semacam World Social Forum yang<br />
makin luas. Berseberangan dengan pandangan<br />
globalisasi korporat, gerakan ini<br />
membela prinsip, baik di tingkat lokal maupun<br />
global, bahwa planet bumi adalah milik<br />
bersama.<br />
Sebaliknya dari itu, filosofi hidup<br />
Suquamish mengajak kita kepada kesadaran<br />
tentang keterhubungan semua hal di alam,<br />
serta hak dan tanggungjawab yang mengalir<br />
dalam hubungan-hubungan tadi. Penulis India<br />
Vandana Shiva menyebut ini sebagai<br />
embrio dari tatanan yang lebih besar:<br />
”Demokrasi Bumi”.<br />
Berlawanan dengan pandangan bahwa<br />
dunia itu sebuah supermarket global, tempat<br />
barang dan jasa diproduksi dengan ongkos<br />
ekologis, sosial dan ekonomi yang demikian<br />
tinggi namun dijual teramat murah, masyarakat<br />
di berbagai belahan dunia kini makin<br />
sadar untuk menolak kerusakan biologis,<br />
keragaman budaya dan kehidupan mereka.<br />
Berlawanan dengan ekonomi pasar<br />
bebas yang terglobalisasi dan bersifat bunuh<br />
diri karena didasarkan pada penjarahan<br />
serta pencemaran sumberdaya vital di alam,<br />
“Saya memutuskan<br />
bahwa saya akan<br />
bertahan dengan prinsipprinsip<br />
saya. Lebih baik<br />
diasingkan daripada<br />
menyerah terhadap<br />
kemunafikan.”<br />
Soe Hok Gie<br />
Catatan Seorang Demonstran<br />
yang mencerabut jutaan orang petani,<br />
perajin tradisional, dan buruh, masyarakat<br />
di berbagai belahan dunia kini berkeras<br />
untuk membela dan mendukung ekonomi<br />
kehidupan yang melindungi bumi serta<br />
mendorong kreativitas.<br />
Alih-alih menciptakan kelimpahruahan,<br />
globalisasi yang didorong keuntungan semata<br />
telah menciptakan kultur pengasingan,<br />
kemiskinan dan kelangkaan. Barang yang<br />
langka makin mahal harganya, dan makin<br />
menguntungkan segelintir orang. Produksi<br />
global semua mahluk dan sumberdaya menjadi<br />
komoditas telah merampok hak banyak<br />
spesies dan bangsa atas ruang-ruang ekologis,<br />
kultural, ekonomi dan politik. ”Kepe-<br />
MENUJU DEMOKRASI BUMI 289