12.05.2013 Views

budaya-bebas

budaya-bebas

budaya-bebas

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

semiotik” yang seluas mungkin. Akan tetapi, tujuan demokrasi semiotik<br />

akan terpenuhi jika perubahan lain yang saya jelaskan, juga tercapai—<br />

khususnya, batasan pada penggunaan karya turunan. Sistem yang<br />

hanya mengenakan biaya pada akses, tidak akan terlalu membebani<br />

demokrasi semiotik jika ada sedikit batasan pada apa yang boleh<br />

dilakukan orang pada konten itu sendiri<br />

Tidak diragukan lagi bahwa sulit untuk menentukan ukuran yang<br />

pas untuk menghitung “kerugian” yang dialami suatu industri. Akan<br />

tetapi, kesulitan dalam melakukan penghitungan tersebut masih<br />

dikalahkan oleh manfaat yang didapat dari memfasilitasi inovasi.<br />

Sistem kompensasi yang menjadi latar belakang ini juga tidak perlu<br />

mengintervensi tawaran inovatif seperti MusicStore-nya Apple.<br />

Seperti yang diramalkan para ahli ketika Apple meluncurkan Music<br />

tore; ia mampu mengalahkan yang “gratis” dengan menjadi lebih<br />

mudah dari yang gratis itu sendiri. Hal ini terbukti benar: Apple<br />

telah menjual jutaan lagu, bahkan dengan harga sangat tinggi—99<br />

sen setiap lagu. (Pada harga 99 sen itu, harga ini sejajar dengan harga<br />

per lagu dalam CD, meski label rekaman tidak mengeluarkan biaya<br />

apapun untuk itu). Langkah Apple ini mendapatkan perlawanan dari<br />

Real Networks—yang menawarkan musik hanya dengan 79 sen per<br />

lagu. Dan, jelas akan ada kompetisi dalam penawaran dan penjualan<br />

musik secara online.<br />

Kompetisi ini sebenarnya sudah berlangsung di hadapan<br />

berlangsungnya musik “gratis” dalam sistem p2p. Seperti yang telah<br />

diketahui oleh penjual televisi kabel selama tiga puluh tahun dan<br />

penjual air kemasan selama lebih lama dari itu, tidak ada yang tidak<br />

mungkin dengan “persaingan melawan sesuatu yang gratis.” Memang,<br />

kompetisi tersebut mendorong para pesaing untuk menawarkan<br />

produk baru dan lebih baik. Ini merupakan hakikat dari yang disebut<br />

sebagai pasar kompetitif. Di Singapura, meskipun pembajakan<br />

merajalela, gedung bioskop sering tampil mewah—dengan tempat<br />

duduk “kelas satu” dan kudapan disajikan ketika anda sedang<br />

menonton film—sebagai cara mereka berjuang dan sukses mencari<br />

jalan untuk berkompetisi dengan yang “cuma-cuma”.<br />

358 BUDAYA BEBAS

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!