Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
SELINGAN<br />
Muhammad Ali melawan Ernie<br />
Terrell di Houston, 1967.<br />
AP<br />
CASSIUS Clay adalah nama seorang<br />
budak. Saya tidak mau memilih dan<br />
tidak menginginkannya. Saya adalah<br />
Muhammad Ali, sebuah nama yang<br />
bebas. Saya mau semua orang menyapa dengan<br />
nama itu saat berbicara atau membicarakan<br />
tentang saya.”<br />
Pergantian nama dari Cassius Marcellus Clay<br />
Junior menjadi Muhammad Ali itu dilakukan<br />
beberapa saat setelah Ali mengkanvaskan petinju<br />
juara dunia kelas berat Sonny Liston, yang<br />
sempat membuatnya gentar, di ronde ketujuh<br />
pada 25 Februari 1964. Hal itu sekaligus memproklamasikan<br />
dirinya sebagai muslim.<br />
Para penggemarnya banyak yang kecewa<br />
atas keputusan tersebut. Tapi Ali tak peduli.<br />
Bahkan, ketika petinju Ernie Terrell tetap memanggilnya<br />
Cassius, dia benar-benar murka.<br />
Dengan nada membentak, ia bertanya kepada<br />
Terrell, “Siapa namaku, bodoh” Kemarahan<br />
itu berlanjut dengan menjadikan Terrell bulanbulanan<br />
di atas ring.<br />
Butuh waktu tiga tahun bagi Ali untuk<br />
meyakinkan diri dan belajar tentang Islam.<br />
Pemicunya tak lain adalah sikap diskriminatif<br />
di lingkungan tempatnya tinggal, Louisville.<br />
Betapa tidak, medali emas Olimpiade yang diraihnya<br />
dalam Olimpiade di Roma pada 1960<br />
di usia 18 tahun ternyata tak berdampak apaapa<br />
terhadap eksistensi dirinya. Sebagai orang<br />
kulit hitam, Ali tetap dihinakan. Menjadi warga<br />
kelas dua yang tak pantas sekadar untuk me<br />
MAJALAH DETIK 12 - 18 JANUARI 2015