10.01.2015 Views

1y3agbn

1y3agbn

1y3agbn

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

HUKUM<br />

Komisioner Komisi Yudisial,<br />

Imam Anshari Saleh<br />

ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />

mereka pada 12-31 Desember 2014.<br />

Namun entah mengapa Jaksa Agung mengurungkan<br />

niatnya, dengan dalih dua terpidana<br />

masih mengajukan permohonan peninjauan<br />

kembali (PK). “Mereka semuanya ajukan PK<br />

terus. Dan MK (Mahkamah Konstitusi) perbolehkan<br />

pengajuan PK berkali-kali,” begitu<br />

kata Prasetyo kala itu.<br />

Maju-mundurnya eksekusi itu mengesankan<br />

Prasetyo buang badan,<br />

dan menjadikan putusan MK sebagai<br />

alasan eksekusi tertunda. Mahkamah<br />

Konstitusi pada 6 Maret 2014 memang<br />

membatalkan Pasal 268 Ayat<br />

(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun<br />

1981 tentang Hukum Acara Pidana atau<br />

KUHAP. Ayat itu membatasi PK pidana hanya<br />

bisa dilakukan satu kali.<br />

Pemohonnya adalah Antasari Azhar, terpidana<br />

18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan bos<br />

PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.<br />

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan<br />

Korupsi itu meminta kepada MK<br />

agar bisa mengajukan permohonan<br />

PK berkali-kali atas dasar adanya penemuan bukti<br />

baru berdasarkan ilmu pengetahuan.<br />

Putusan MK itu tentu memunculkan konsekuensi,<br />

seorang terpidana bisa mengajukan PK<br />

berkali-kali. Namun pembatalan aturan yang dijadikan<br />

alasan oleh Jaksa Agung untuk menunda<br />

eksekusi rupanya membuat gerah Mahkamah<br />

Agung, pihak yang menjatuhkan hukuman.<br />

Untuk keluar dari kebuntuan, MA lalu membuat<br />

terobosan hukum dengan menunjukkan<br />

UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah<br />

Agung, yang masih tegas mencantumkan PK<br />

hanya bisa diajukan sekali. Menurut pandangan<br />

MA, dua undang-undang itu tak serta-merta<br />

disetip oleh MK. Imbauan ini dituangkan dalam<br />

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7/2014<br />

yang ditandatangani Ketua MA Hatta Ali.<br />

Tapi keluarnya SEMA itu rupanya memunculkan<br />

polemik baru. Wakil Ketua MK Arief Hidayat<br />

menganggap MA membangkang karena<br />

tidak mematuhi putusan MK. Bukan hanya MK,<br />

Komisi Yudisial juga menilai SEMA tidak sesuai<br />

dengan norma yang ada.<br />

“Putusan MK itu sejajar dengan undang-<br />

MAJALAH DETIK 12 - 18 JANUARI 2015

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!