You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SELINGAN<br />
POSTER/WEBGALLERIA<br />
MESKI malam Minggu, suasana<br />
Kota Jakarta pada 20 Oktober<br />
1973 lengang tak seperti biasanya.<br />
Sejumlah jalan protokol, di antaranya<br />
Sudirman, Thamrin, dan Diponegoro, sepi<br />
sejak magrib menjelang. Kebanyakan warga<br />
memilih berkumpul di depan layar televisi<br />
di rumah atau kelurahan. Malam itu, petinju<br />
legendaris Muhammad Ali akan bertanding<br />
di Istora Senayan, Jakarta, melawan petinju<br />
Belanda, Rudi Lubbers.<br />
“Rudi Lubbers kalah angka dalam 12 ronde. Dia<br />
memang bukan lawan sepadan Ali,” kata mantan<br />
petinju nasional Syamsul Anwar Harahap. “Ali<br />
mestinya bisa meng-KO Rudi, tapi tak dilakukannya<br />
karena dia ingin menghibur penonton yang<br />
mengidolakannya,” ujar juara tinju amatir nasional<br />
kelas welter-ringan pada 1972-1981 itu.<br />
Berbeda dari kebiasaannya, Ali tidak<br />
memulai pertandingan dengan menari-nari<br />
sambil melontarkan jab andalannya. Ia cuma<br />
melontarkan hook pendek. Ronde demi ronde<br />
dikuasai Ali. Pada ronde ke-9, mata kiri Rudi<br />
mulai bengkak. Tiga hakim memenangkan<br />
Ali, yakni Lim Kee Chan memberi penilaian<br />
MAJALAH DETIK 12 - 18 JANUARI 2015