12.07.2015 Views

Madilog-Tan-Malaka

Madilog-Tan-Malaka

Madilog-Tan-Malaka

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Malaka</strong>, Penang, selat <strong>Malaka</strong> (perahu layar) Medan, Padang, Lampung, selat Sunda (perahu)dan Jakarta. Di jalan saya bisa beli buku karangan Indonesia. Di antaranya Sejarah Indonesia,yang mesti saya sembunyikan pula baik-baik, sebab dalamnya ada potret saya sendiri.Inilah pustaka saya dulu dan sekarang. Ada niatan buat membeli sekarang, tetapi banyakkeberatan. Pertama uang, kemudian banyak buku mesti datang dari luar negeri, dan ketiga daripada dicatat dari satu atau dua buku lebih baik jangan dicatat atau catat dari luar buku ialahingatan sama sekali, seperti maksud saya tentang <strong>Madilog</strong> ini. Biasanya buku-buku referenceyang dipetik, atau pustaka itu ditulis di bawah pendahuluan. Biasanya diberi daftar pustakayang dibaca oleh pengarang. Tetapi dalam hal saya, dimana perpustakaan tak bisa dibawa,saya minta maaf untuk menulis pasal terkhusus tentang perpustakaan itu.Dengan ini saya mau singkirkan semua persangkaan bahwa buku <strong>Madilog</strong> ini semata-mataterbit dari otak saya sendiri. Sudah tentu seorang pengarang atau penulis manapun juga danberapapun juga adalah murid dari pemikir lain dari dalam masyarakatnya sendiri ataumasyarakat lain. Sedikitnya ia dipengaruhi oleh guru, kawan sepaham, bahkan oleh musuhnyasendiri.Ada lagi! Walaupun saya tidak akan dan tidak bisa mencatat dengan persis dan cukup,perkataan, kalimat, halaman dan nama bukunya, pikiran orang lain yang akan dikemukakan,saya pikir tiada jauh berbeda maknanya dari pada yang akan saya kemukakan.Al Gazali pemikir dan pembentuk Islam, kalau saya tiada keliru pada satu ketika kenasamun. Penyamun juga rampas semua bukunya. Sesudah itu Al Gazali memasukan semua isibukunya ke dalam otaknya dengan mengapalkannya. Bahagia (gunanya) mengapal itu buat AlGazali, sekarang sudah terang sekali kepada kita.Pada masa kecil memang saya juga mengapal, tetapi bukan dalam bahasa ibu, melainkandalam bahasa Arab dan Belanda. Tetapi ketika sudah sedikit berakal, saya sesali dan sayabantah kebisaan saya itu. Pada ketika itu saya sadar, bahwa kebiasaan mengapal itu tiadamenambah kecerdasan, malah menjadikan saya bodoh, mekanis, seperti mesin. Yang sayaingat bukan lagi arti sesuatu kalimat, melainkan bunyinya atau halaman buku, dimana kalimattadi tertulis. Pula kalau pelajaran itu terlalu banyak, sudahlah tentu tak bisa diapalkan lagi.Tetapi saya juga mengerti gunanya pengetahuan yang selalu ada dalam otak. Begitulah sayaambil jalan tengah: padu yang baik dari kedua pihak.Apalkan, ya, apalkan, tetapi perkara barang yang sudah saya mengerti betul, saya apalkankependekan "intinya’’ saja. Pada masa itulah di sekolah Raja Bukit Tinggi, saya sudah lamamembikin dan menyimpan dalam otak, perkataan yang tidak berarti buat orang lain, tetapipenuh dengan pengetahuan buat saya.Buat keringkasaan uraian ini, maka perkataan yang bukan perkataan ini, saya namakan"jembatan kedelai’’ (ezelbruggece) walaupun tidak sama dengan ezelbruggece yang terkenal.Buat menjawab pertanyaan siapa yang akan menang di antara dua negara umpamanya, sayapakai jembatan keledai saya : "AFIAGUMMI’’.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!