JURNALILMU HUKUM97sistem <strong>hukum</strong> yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kandungan masyarakatmerupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena terjadike tidak cocokan antara nilai-nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri”. 3Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh van Savigny dengan “volksgeist”. 4Dalam konteks ke Indonesia, bicara mengenai volksgeist dalam estalasi pengembangan<strong>ilmu</strong> <strong>hukum</strong>, mau tidak mau kita harus kembali pada kristalisasi nilai-nilai yang bersaldari karakteristik dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Hal ini hanya dapat kita temukanpada falsafah dan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Namun, dalam pembangunan<strong>hukum</strong> selama ini, terutama di era reformasi Pancasila yang seyogianya kita jadikan sebagailandasan berpijak telah kita tinggalkan. Sehingga produk <strong>hukum</strong> yang dilahirkan tidakmencerminkan nilai-nilai yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia itu sendiri. Dengankata lain produk <strong>hukum</strong> yang dilahirkan tak ubahnya sebagai titipan dari lembaga-lembagaasing yang bermain di Indonesia. 5Kondisi seperti inilah yang terjadi selama rezim Orde Baru berkuasa, karena <strong>hukum</strong>tidak mampu memberikan kepastian sebagaimana yang diharapkan dan memberikan rasakeadilan yang sejalan dengan keinginan masyarakat. Rezim Orde Baru justru beranggapantelah melaksanakan pemerintahan atas dasar kepastian dan keadilan, serta berusahamerealisasikannya melalui berbagai program yang dikenal dengan istilah “pemerataan” yangmeliputi segala bidang kehidupan. 6 Kebijakan pemerintah rezim Orde Baru ini ditopangdengan legitimasi formal dari para wakil rakyat (DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten). Pada masa ini kelihatan betul dominasi lembaga eksekutif dalam menentukanberbagai produk <strong>hukum</strong> dengan alasan bahwa lembaga eksekutif lebih memahami kondisirakyat di lapangan dan memiliki tenaga ahli (heavy executive). Pada masa ini pulalahberkembang persepsi bahwa pembangunan <strong>hukum</strong> Indonesia akan ketinggalan jika tidakmengikuti perkembangan alur <strong>hukum</strong> modern melalui mazhab Hukum Positivis. Sedangkan<strong>hukum</strong> yang ada sebagai living law justru diabaikan karena dianggap tidak mampu sebagaimedia <strong>ilmu</strong> <strong>hukum</strong> karena sifatnya tidak tertulis sehingga tidak memberikan kepastian<strong>hukum</strong>.Namun setelah roda reformasi berjalan lebih kurang delapan tahun keadaan bangsalebih baik, masyarakat lebih tertib atau justru sebaliknya lebih buruk. Apakah penegakkan<strong>hukum</strong> sudah bisa memberikan keadilan kepada masyarakat?. Fenomena terjadi dimanamasih ada penegakkan <strong>hukum</strong> yang justru mengaburkan makna keadilan masyarakat.Hal ini dapat kita lihat masih ada kasus-kasus korupsi, illegal logging, yang diselesaikansecara adat, atau sekalipun kasus tersebut dibawa dipersidangan tetap berakhir dengankemenangan bagi para selebritis kejahatan.3Esmi Warasih Pujirahayu, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (ProsesPenegakan Hukum dan Persoalan Keadilan), Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang, 14 April 2001.4Volksgeist atau jiwa bangsa adalah kristaliasi nilai-nilai yang dibangun secara alamiah melaluipengemblengan sajarah. Nilai-nilai ini dipengaruhi oleh ruang dan waktu sehingga inilah yangmembuatnya unik dan berbeda pada setiap bangsa. Lebih jauh lihat Shidarta, Karakter Penalaran <strong>hukum</strong>dalam Konteks ke Indonesian, Utomo, Bandung, 2006, hlm. 257-265.5Hal ini terlihat jelas dari regulasi dibidang ekonomi terutama berkaitan program privatisasi, pengelolaansumber daya alam, perlindungan terhadap tenaga kerja dan lain sebagainya.6Lebih lanjut mengenai konsep pemerataan ini dapat kita lihat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara(GBHN) dimulai sejak tahun 1969sampai 1999 yang terkenal dengan istilah Trilogi Pembangunan.
AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 201198Mengamati sisi <strong>hukum</strong> Negara kita, khususnya penegakkan <strong>hukum</strong> ibarat bermainmaindengan api yang suatu saat pasti akan terbakar. Artinya, siapa yang bermain-maindengan <strong>hukum</strong> pasti akan merasakan akibat dari perbuatannya sendiri. Mungkin tidakberlebihan kalau kita katakan masih banyak aparat <strong>hukum</strong> kita yang bermain api terhadappersoalan <strong>hukum</strong>. Ini bukan berarti kesalahan hanya ada pada penegak <strong>hukum</strong> aktif saja,melainkan semua unsur terkait (pemerintah, legislator) yang saling terkait dalammerumuskan sistem <strong>hukum</strong> di Negara ini.Beranjak dari fenomena tersebut, tulisan ini mencoba menguraikan tentang perbaikansistem <strong>hukum</strong> dalam pembangunan <strong>hukum</strong> di IndonesiaB. PembahasanDalam upaya perbaikan sistem <strong>hukum</strong> di Indonesia dapat dilihat dalam rencanapembangunan jangka menengah nasional (RPJM 2004-2009) berdasarkan Perpres Nomor7 Tahun 2005 dinyatakan, pembenahan sistem dan politik <strong>hukum</strong> dalam lima tahunmendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) <strong>hukum</strong>,struktur (kelembagaan) <strong>hukum</strong>, dan kultur (budaya) <strong>hukum</strong>, melalui upaya :a. Menata kembali substansi <strong>hukum</strong> melalui peninjauan dan penataan kembali peraturanperundag-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan denganmemperhatikan asas umum dan hirarkhi perundang-undangan; dan menghormatiserta memperkuat kearifan local dan <strong>hukum</strong> adat untuk memperkaya system <strong>hukum</strong>dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upayapembaharuan materi <strong>hukum</strong> nasional;b. Melakukan pembenahan struktur <strong>hukum</strong> melalui penguatan kelembagaan denganmeningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualiatas systemperadilan yang terbuka dan transparan; menyederhanakan system peradilan;meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat danmemastikan bahwa <strong>hukum</strong> diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran;memperkuat kearifan local dan <strong>hukum</strong> adapt untuk memperkaya system <strong>hukum</strong> danperaturan melalui pem berdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upayapembaharuan materi <strong>hukum</strong> nasional;c. Meningkatkan budaya <strong>hukum</strong> antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagaiperaturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala Negara danjajarannya dalam mematuhi dan mentaati <strong>hukum</strong> serta penegakan supremasi <strong>hukum</strong>C. Substansi HukumBicara mengenai substansi <strong>hukum</strong>, kita harus melihat realitas tatanan sosialkemasyarakatan yang majemuk dan di samping itu kita juga mengacu pada falsafah dasarnegara yaitu Pancasila. Berdasarkan hal tersebut, maka substansi <strong>hukum</strong> merupakanhasil dari suatu pengaktualisasian nilai-nilai dan kaidah-kaidah <strong>hukum</strong> yang hidup dalammasyarakat (living law), baik dalam arti <strong>hukum</strong> tertulis maupun <strong>hukum</strong> tidak tertulis.Untuk itu penghormatan dan penguatan terhadap kearifan lokal serta <strong>hukum</strong> adat harusjadi perhatian khusus. Sehingga volksgeist yang dimaksud oleh Savigny betul-betul
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33:
JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35:
JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37:
JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39:
JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41:
JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43:
JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45:
JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47:
JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49:
JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51:
JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53: JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83 and 84: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85 and 86: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 105 and 106: AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107 and 108: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110: AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na