JURNALILMU HUKUM103sifat yang paling terspesialisasi dan tergarap. 11Budaya <strong>hukum</strong> (komponen kultural) suatu sistem <strong>hukum</strong> mencakup sikap dan nilainilaiyang menentukan bekerjanya sistem <strong>hukum</strong> itu (Friedman, 1969:14) Budaya <strong>hukum</strong>berfungsi sebagai jiwa atau motor yang menggerakkan suatu peraturan agar dapat bekerjadalam masyarakat. Secara antropologi <strong>hukum</strong>, sistem <strong>hukum</strong> yang berlaku dalammasyarakat menjadi dua, yaitu <strong>hukum</strong> Negara (state law), seperti <strong>hukum</strong> perundangundangandan <strong>hukum</strong> kebiasaan (non state law) seperti <strong>hukum</strong> adat. Dalam kehidupansehari-hari kedua sistem <strong>hukum</strong> itu saling berinteraksi yang tampak pada perilakuseseorang maupun kelompok.Timbulnya degradasi budaya <strong>hukum</strong> di lingkungan masyarakat ditandai denganmeningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat apresiasi masyarakat baikkepada substansi <strong>hukum</strong> maupun kepada struktum <strong>hukum</strong> yang ada. Hal ini telahtercermin dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Menurunnya kesadaranakan hak dan kewajiban <strong>hukum</strong> masyarakat juga merupakan penyebab tidak efektifnyapelaksanaan <strong>hukum</strong> di masyarakat. Kondisi ini tercermin dari maraknya kasus main hakimsendiri seperti pembakaran pelaku kejahatan, sweeping oleh sebahagian anggotamasyarakat.Pelaksanaan <strong>hukum</strong> dalam masyarakat, tidak bisa dipisahkan dari interaksi diantarapara aktor. Melalui interaksi itulah muncul situasi yang mempengaruhi perilaku para aktortersebut. Norma <strong>hukum</strong> mana yang berpengaruh dalam masyarakat dan berguna sebagailandasan berinteraksi, erat kaitannya dengan kepatuhan <strong>hukum</strong> warga masyarakat yangbersangkutan. Oleh karena itu budaya <strong>hukum</strong> merupakan salah satu faktor yangmenentukan bekerjanya <strong>hukum</strong> dalam masyarakat.F. Dekontruksi Hukum Dalam Pembangunan Hukum di IndonesiaAkibat dari monopoli dan sentralisasi kekuasaan pada pemerintah pusat, maka negaramenjadi kapitalis dan otoriter dalam melaksanakan kewenangannya. Hal ini secarasosiologis dapat dipahami, karena negara/pemerintah sebagai salah satu lembaga yangberinteraksi dalam sistem sosial yang lebih besar dapat mempunyai keinginan dantujuannya sendiri. Oleh karena itu upaya dekontruksi sebagai upaya untuk mengembalikanformat dan fraksis pembangunan <strong>hukum</strong> di Indonesia.Urgensi dilakukannya dekontruksi <strong>hukum</strong> yang dilakukan dalam bentuk memangkascabang-cabang praktek <strong>hukum</strong> yang kurang menguntungkan serta dilanjutkan denganmelakukan rekontruksi, didasarkan beberapa alasan logis antara lain:a. Negara telah mendominasi dan menegasikan hak-hak rakyat/masyarakat yangseharusnya difasilitasi oleh negara dalam rangka mencapai sebesar-besarnyakemakmuran rakyat;b. Negara yang seharusnya tampil dan memberikan perlindungan bagi rakyat dalammemperoleh akses atas sumber daya alam pada kenyataannya tidak demikian, bahkankerapkali negara menjadi lawan bagi rakyat dan menjadi sumber ketidakadilan;c. Hukum negara/nasional yang didasarkan pada faham <strong>hukum</strong> modern yang positivistis11Ibid., hlm 256.
AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustus 2011telah demikian mendominasi <strong>hukum</strong> rakyat, dan cenderung terus menegasikan <strong>hukum</strong>rakyat/the livung law yang seharusnya difasilitasi agar tumbuh dan berkembangmenjadi sumber <strong>hukum</strong> nasional;d. Terjadi penghisapan kekuasaan oleh negara/pemerintah pusat terhadap daerah,maupun kesatuan-kesatuan masyarakat tradisional dan otonom.Dalam melaksanakan dekontruksi <strong>hukum</strong>, maka rakyat harus diberi kesempatanseluas-luasnya untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembentukan <strong>hukum</strong>. Balkin 12menyatakan bahwa, dalam dekontruksi norma <strong>hukum</strong> memposisikan 2 (dua) nilaikepentingan yang nyatanya yang satu didahulukan dari yang lain, sedangkan yang laindisusulkan, oleh sebab itu tidak ditampilkan. Untuk merealisasikan dekontruksi, makahak dan kepentingan negara dan masyarakat harus dikontruksi ulang sebagai 2 (dua)entitas yang independen, di bawah payung persatuan, dan Bhineka Tunggal Ika yangharus dimaknakan bahwa sekalipun kita ini satu tidaklah boleh dilupakan bahwa sesungguhnyakita secara hakiki memang bhinna: berbeda-beda dalam suatu kemajemukan. 13Dekontruksi terhadap <strong>hukum</strong> urgen dilakukan juga atas dasar pertimbangan bahwa,pada dasarnya struktur kekuasaan dalam masyarakat, termasuk pemerintahanmerupakan bangunan hirarckhie yang amat kaku dan tak gampang responsif padatuntutan publik. Oleh karena itu, suatu gerakan harus dilancarkan untuk membuat strukturtersebut berubah lebih responsif, demokratis, peka pada permasalahan manusia, dankemudian daripada itu lalu bersedia untuk dimintai pertanggungjawaban.Pada tataran teoritis, maka pembalikan melalui mekanisme dekontruksi <strong>hukum</strong> harusdilakukan dengan mengembalikan strategi pembangunan <strong>hukum</strong> di Indonesiasebagaimana yang diamanatkan oleh pendiri republik yaitu menjadikan The Living Lawyang ada pada sanubari bangsa Indonesia yang bersifat pluralis sebagai sumber utamapembangunan <strong>hukum</strong>. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan adalah :a. Membangkitkan rasa nasionalisme, dan kebanggaan ber<strong>hukum</strong> atas dasar penghormatanyang mendalam terhadap <strong>hukum</strong> Indonesia asli yang hidup dan berkembang sebagaiThe Living Law dalam masyarakat Indonesia yang merupakan perwujudan dari Peculiarform of social life masyarakat Indonesia yang pluralis atas dasar semboyan BhinekaTunggal Ika;b. Melakukan rekonstruksi seluruh sistem <strong>hukum</strong> nasional atas dasar paradigmaparadigmanonpositivis dan nondoktrinal;c. Melakukan desentralisasi kekuasaan pemerintahan/negara;d. Memfasilitasi satuan-satuan masyarakat dengan otoritas-otoritas otonom dan kelembagaantradisional untuk ber<strong>hukum</strong> sesuai dengan Peculiar form of social life-nya;e. Hukum nasional harus dirumuskan atas dasar prinsip harmonisasi <strong>hukum</strong> yang bertujuanuntuk mengakomodir kepentingan masyarakat Indonesia yang pluralis di bawahsemboyan Bhineka Tunggal Ika dan sila Persatuan Indonesia dalam bingkai NKRI;12Balkin, dalam Wajah Hukum Era Reformasi, Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 tahun Prof. Dr.Satjipto Rahardjo, SH., PT. Aditya Bakti, Bandung, 2000. hlm. 8013Sutandya Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalahnya, Elsam, Jakarta,2002, hlm. 555
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33:
JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35:
JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37:
JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39:
JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41:
JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43:
JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45:
JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47:
JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49:
JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51:
JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53:
JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55:
JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57:
JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83 and 84: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85 and 86: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103 and 104: AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 105 and 106: AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na