JURNALILMU HUKUM99terakomodir dengan baik dalam suatu peraturan perundang-undangan dan pada akhirnyaproduk <strong>hukum</strong> yang dilahirkan ini jadi fungsional dalam kehidupan berbangsa danbernegara (pocitive law). Berkaitan dengan substansi <strong>hukum</strong> ini juga diharapkankreativitas dari hakim melalui yurisprudensi sebagai pengayaan materi <strong>hukum</strong> nasionalyang tetap mengedepankan tujuan dari <strong>hukum</strong> itu sendiri.Secara substansial, banyak kita temui peraturan perundangan-undanganinkonsistensi dan bertentangan antara peraturan yang sederajat satu dengan yang lainnya,antara peraturan tingkat pusat dan daerah, dan antara peraturan yang lebih rendahmenemukan hanya 14,8 %, dari sebanyak 709 perda yang diteliti, secara umum tidakbermasalah.. Sisanya sebesar 85,2 % perda yang dibuat oleh daerah tingkat II merupakanperda-perda yang bermasalah. Masalah terbesar pada perda-perda yang bermasalahtersebut antara lain terkait dengan prosedur, standar waktu, biaya, tarif dan lainnya denganpersentase sebesar 22,7 %, dan permasalahan acuan yuridis yang tidak disesuaikan denganperaturan perundang-undangan tingkat pusat dengan persentase sebesar 15,7%. 7Disamping itu perumusan peraturan perundang-undangan yang kurang jelasmengakibatkan sulitnya pelaksanaan di lapangan atau menimbulkan banyak inteprestasiyang mengakibatkan terjadinya inkonsistensi. Sering kali isi peraturan perundangundangantidak mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari obyek yangdiatur, keseimbangan antara hak individual dan hak sosial atau tidak mempertimbanganpluralisme dalam berbagai hal, serta tida k responsife gender.Pada asasnya undang-undang yang baik adalah undang-undang yang langsung dapatdiimplementasikan dan tidak memerlukan peraturan pelaksanaan lebih lanjut. 8 Akan tetapikebiasaan untuk menunggu peraturan pelaksanaan menjadi penghambat operasionalisasiperaturan perundang-undangan. Berbagai undang-undang yang dibuat dalam rangkareformasi banyak yang tidak bisa dilaksanakan secara efektif. Penyebab utamanya antaralain tidak dibuatkan dengan segera berbagai peraturan pelaksanaan yang diperintahkanoleh undang-undang. Meskipun tidak semua undang-undang membutuhkan peraturanpelaksana dalam aplikasinya atau penerapannyaDalam rangka perbaikan dan pembenahan sistem <strong>hukum</strong> berkaitan dengan substansi<strong>hukum</strong> pada intinya melakukan penataan kembali peraturan perundang-undangan dengantetap memperhatikan kearifan lokal dan <strong>hukum</strong> adat sebagai upaya pembaharuan materi<strong>hukum</strong> nasional di samping isu-isu korupsi, terorisme, perdagangan perempuan dan anak,obat-obat terlarang, perlindungan anak yang memerlukan penanganan serius tidak sajadalam penegakan <strong>hukum</strong> tetapi juga materi-materi <strong>hukum</strong> yang diatur. Sehingga akanterciptanya sistem <strong>hukum</strong> nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.Secara politik <strong>hukum</strong>, pemerintah sudah berupaya mengakomodir nilai-nilai yanghidup di masyarakat (legal pluralism) dalam pembentukan <strong>hukum</strong> nasional (politikperundang-undangan yang akomodatif). Mengutip pendapat dari Von Benda-Beckman,mengatakan bahwa sistem <strong>hukum</strong> yang berlaku dalam masyarakat menjadi dua, yaitu<strong>hukum</strong> Negara (state law) seperti <strong>hukum</strong> perundang-undangan di satu pihak, dan <strong>hukum</strong>7Lihat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana PembangunanJanka Menengah Nasional Tahun 2004-20098F. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2007, hlm. 12.
AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustus 2011kebiasaan (non state law) seperti <strong>hukum</strong> adat. Dalam kehidupan sehari-hari kedua sistem<strong>hukum</strong> itu sama-sama mempengaruhi perilaku warga masyarakat. Kedua sistem <strong>hukum</strong>itu saling berinteraksi yang tampak pada perilaku seseorang ataupun kelompok. Namun<strong>hukum</strong> sebagai produk kebijakan politik tidak selamanya merupakan condition sinequanon bagi suatu tujuan yang hendak dicapai. Hal ini mencerminkan bahwa <strong>hukum</strong>mempunyai batas-batas kemampuan tertentu untuk mengakomodasi nilai-nilai yangtumbuh dan hidup dalam komunitas masyarakat. Sehingga untuk menjadikan <strong>hukum</strong>sebagai a tool of social control dan sekaligus sebagai a tool of social engineering, tentulahbukan sesuatu diskursus yang utopis. Namun untuk mengimplementasikannya kita harusbisa merumuskan <strong>hukum</strong> dalam suatu bentuk kebijakan yang mencerminkan ciri dankarakter bangsa Indonesia yang Bhineka, sehingga unifikasi <strong>hukum</strong> bukanlah sesuatupengertian yang an sich, tetapi harus bisa disesuaikan dengan kultur dan karakter dimana<strong>hukum</strong> itu diterapkan.Sehubungan fenomena tumpang tindih berbagai peraturan perundang-undangan baikdi tingkat pusat maupun daerah serta ketidakefektifan berlakunya suatu peraturanperundang-undangan dengan alasan belum ada peraturan pelaksaaan, menunjukkanbahwa secara substansial penyusunan suatu produk <strong>hukum</strong> belum mengakomodir nilainilaikemajemukan budaya. Sebagaimana dinyatakan oleh Nonet dan Selzick (1978:169),dalam rangka pencapaian tujuan <strong>hukum</strong> yang penting adalah substansi serta tanggungjawab yang efektif. Jadi <strong>hukum</strong> harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuantujuanyang hendak dicapai oleh masyarakat. Dengan demikian <strong>hukum</strong> mempunyaidinamika, salah satu faktor terjadinya dinamika itu ialah adanya politik <strong>hukum</strong>, karena iadiarahkan kepada “iure constituendo”, <strong>hukum</strong> yang seharusnya berlaku. 9Bertitik tolak dari pemikiran konsep <strong>hukum</strong> di atas, dalam tataran aplikasi masihjauh dari harapan dan cita-cita <strong>hukum</strong> masyarakat. Politik <strong>hukum</strong> yang dibangunpemerintah melalui politik perundang-undangan belum mencerminkan <strong>hukum</strong> yangresponsif. Bahkan dari beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Perpres No.36Tahun 2006 yang diperbaharui Perpres No.65 Tahun 2007 tentang Pengadaan TanahBagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Secara regulasi Perpres inijustru tidak sesuai dengan semangat yang telah diagendakan dalam RPJP bidang <strong>hukum</strong>,yaitu melakukan pembangunan <strong>hukum</strong> berkelanjutan dengan memperhatikan kearifanlokal dan <strong>hukum</strong> adat (legal pluralism). Produk <strong>hukum</strong> yang dihasilkan seperti tercermindalam Perpres pengadaan tanah tidak lain merupakan tindakan represif pemerintah untukmendapatkan tanah bagi kepentingan pembangunan.D. Struktur HukumKurangnya independensi kelembagaan <strong>hukum</strong>, terutama lembaga-lembaga penegak<strong>hukum</strong> yang membawa akibat besar dalam sistem <strong>hukum</strong>. Intervensi terhadap kekuasaanyudikatif misalnya telah mengakibatkan terjadinya partialitas dalam berbagai putusan,walaupun hal seperti ini menyalahi prinsip-prinsip impartialitas dalam sistem peradilan.Akumulasi terjadinya putusan-putusan yang meninggalkan prinsip impartialitas dalam9Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria; Unifikasi Ataukah Pluralisme Hukum, Dalam Arena Hukum, Nomor.8, Fak. Hukum Unibraw Malang, 1999
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33:
JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35:
JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37:
JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39:
JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41:
JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43:
JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45:
JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47:
JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49:
JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51:
JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53:
JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83 and 84: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85 and 86: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103: AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 107 and 108: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110: AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na