JURNALILMU HUKUM77pada akhirnya mentah di tengah jalan. Dari dua kasus tersebut ternyata sistem presidensialyang diiringi dengan sistem multi partai masih banyak menyisakan sejumlah persoalan.Sebagai contoh misalnya dalam kasus angket Century dan Angket Mafia Pajak misalnyameskipun Partai Golkar menyatakan bagian dari koalisi pemerintah, tetapi untuk situasidan kondisi tetentu ternyata berkarakter layaknya partai oposisi. Tetapi keadaan tersebutterbantahkan dengan dalil bahwa sikap menyetuji Angket Century dan Angket Mafia Pajakmerupakan imlementasi dari fungsi pengawasan yang dimiliki oleh parlemen terhadapPresiden. Tetapi di sisi lain presiden akan tetap dihadapkan pada persoalan tingginyatingkat ketergantungan terhadap Parlemen 6 .Walaupun dalam sistem pemerintahan presidensial tidak dikenal istilah koalisi karenapresiden dan wakil presiden langsung mendapat mandat dari rakyat, namun dalam sistempresidensial Indonesia sebuah keniscayaan untuk melakukan koalisi karena sistempemerintahan kita tidak diikuti dengan sistem kepartaian dengan dua partai seperti yangdipraktikkan di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat partai pemenang pemilu otomatismenjadi partai berkuasa sedangkan partai yang kalah otomatis menjadi partai oposisi,sehingga sangat mudah untuk menentukan apakah partai berkuasa sukses menjalankanamanat rakyat atau tidak 7 .Keadaan ini berbeda dengan apa yang diparktikkan di Indonesia dengan sistempresidensial yang diikuti dengan sistem multi partai sangat sulit kita untuk menentukankegagalan penyelenggaraan pemerintahan kepada satu partai saja, katakanlahpemerintahan SBY dan Boediono dianggap gagal, tetapi tidak serta merta kegagagaan inimerupakan kegagalan dari partai demokrat karena pengangkatan menteri-menteri tidakdidasarkan kompetensi pribadi (zaken cabinet), melainkan didasarkan pada akomodasikepentingan partai-partai yang menyatakan dukungan terhadap pemerintah. Sehinggakeadaan ini menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan presiden terhadap parlemenyang merupakan ciri dari pemerintahan parlementer sehingga corak sistem pemerintahankita presidensial yang berkarakter parlementer atau “presidensial banci”. 8Selama empat kali perubahan UUD 1945 (1999-2000), sebetulnya sudah ada upayauntuk melakukan purifikasi erhadap sistem pemerintahan presidensial dilakukan dalambentuk: (i) mengubah proses pemilihan Presiden/Wakil Presiden dari pemilihan secaralangsung; (ii) membatasi periodesasi masa jabatan Presiden/Wakil Presiden; (iii) memperjelasmekanisme pemakzulan (impeachment) Presiden/Wakil Presiden; (iv) larangan bagi Presidenuntuk mebubarkan DPR; (v) memperbarui atau menata ulang eksistensi MPR; dan (vi)melembagakan mekanisme pengujian undang-undang (judicial review). 95Alasan ini dapat juga dibaca dalam Saldi Isra, (2001) “Pemilihan Presiden Secara Langsung “ dalamKompas24 September; A. Malik Harmain, (2001), “Urgensi Pemilihan Presiden Langsung“, dalam Kompas,31 Oktober; dan Abdul Rohim Ghazali, (2001), “Pemilihan Presiden Langsung untuk Indonesia”, dalamKompas 10 November.6Sebagai contoh misalnya kegagalan Presiden SBY dalam melakukan reshuffle kabinet pasca votingpenggunaan hak angket mafia pajak di DPR meskipun isu akan dilakukannya reshuffle kabinet sudahmenjadi isu yang pasti sampai kehadapn publik, tetapi realitas politik tidak berkehendak demikian.Kenyataan ini membuktikan bahwa presiden tidak bisa lepas dari keharusan “mengamankan” parlemen.7Mexsasai Indra, Presidensial Banci, Opini Riau Pos, 10 Maret 2011.8Ibid.9Lihat, Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam SistemPresidensial Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hlm. 63. Buku ini berasal dari disertasinya
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus 201178Meskipun telah dilakukan upaya purifikasi terhadap sistem presidensial namun, dalambeberapa praktek ketatanegaraan, kita masih melihat karakter parlementer. Kenyataantersebut terlihat jelas dalam relasi antara presiden dengan parlemen yang masih menampakkankarakter parlementer terutama dalam kaitan antara sistem pemerintahanpresidensial yang tidak diikuti dengan sistem dwi partai.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut di atas, makarumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimanakah gagasan penyederhanaanjumlah partai politik dihubungkan dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia?C. PembahasanNegara Republik Indonesia adalah negara Demokrasi yang memberikan kebebasanwarga Negaranya untuk berserikat, mengeluarkan pendapat dan aspirasinya. Salahsatunya, yaitu membentuk partai politik dalam membentuk pemerintahan yang dapatmem-perjuangkan aspirasi dan tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalampembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalamperjalanan sejarah Bangsa Indonesia, terlihat banyak usaha untuk membentuk Negarayang memang memiliki sistem pemerintahan yang baik gunamencapai kestabilan negara.adanya tuntutan demokrasi dan reformasi mencerminkan Bangsa Indonesia memangmasih dalam tahap mencari jati diri. 10Banyak penilaian terhadap penerapan sistem multi partai di Indonesia, baik yangmenilai dari segi politik maupun dari segi sistem yang diterapkan. Dari hal penyederhanaanatau pengurangan jumlah partai politik yang ikut dalam Pemilu dan jugapermasalahan apakah sistem multi Partai di Indonesia sudah selaras dengan sistempresidensiil. Penerapan sistem multi partai di masa reformasi memang dapat dikatakanmasih mencari paradigma yang tepat dan mantap. Hal tersebut terbukti dalam kurunwaktu di era reformasi (1998 s.d 2008) regulasi mengenai Partai Politik di Indonesiatelah berganti sebanyak 3 (tiga) kali yaitu melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik,Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dan hampir setiap kalimau menghadapi helat pemilihan umum selalu terjadi perubahan terhadap undang-undangpaket politik. Dengan demikian Indonesia memang belum bisa memberikan regulasi yangrelatif permanen dan tetap mengenai aturan partai politik. 11Pilihan pencarian terhadap sistem kepartaian apa yang dianut oleh Indonesia sangatmenentukan bagaimana pola hubungan yang terjadi antara eksekutif dan legislatif. Dalamkonteks sistem kepartaian yang ada di Indonesia ternyata sistem pemerintahanpada Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yang dipertahankan dalam sidangterbuka pada tanggal 7 Februari 2009.10Iwan Satriawan dan Dhenok Panuntun Tri Suci Asmawati, Pengaturan Kepartaian dalam MewujudkanSistem Pemerintahan Presidensiil yang Efektif, Jurnal Konstitusi, Pusako Universitas Andalas, Volume IINomor 1, Juni 2009, hlm. 62-63.11Ibid, hlm. 63.
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33: JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35: JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37: JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39: JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41: JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43: JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45: JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47: JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49: JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51: JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53: JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85 and 86: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103 and 104: AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 105 and 106: AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107 and 108: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110: AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na