11.07.2015 Views

ilmu hukum - perpustakaan universitas riau

ilmu hukum - perpustakaan universitas riau

ilmu hukum - perpustakaan universitas riau

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustus 2011Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku para hakim perlu kita apresiasikan sebagailangkah positif kearah pembangunan struktur <strong>hukum</strong> yang independen disertai denganakuntabilitas lembaga <strong>hukum</strong>.Peningkatan profesionalisme hakim dan aparat peradilan perlu dilakukan, sehinggaputusan-putusan yang dihasilkan tidak semata-mata dari apa yang telah diatur dalamundang-undang, tetapi lebih jauh dari pada itu hakim harus bisa menemukan <strong>hukum</strong>(rechtvainding) terhadap suatu peristiwa yang tidak ada pengaturannya dalam undangundang.Karena <strong>hukum</strong> akan menjadi bermakna hanya dengan cara penafsiran yangbergantung kepada norma dasar yang didalilkan. Sebagai negara yang menganut sistem<strong>hukum</strong> civil law yang tidak murni seperti terlihat dari keputusan-keputusan hakim yangdijadikan sebagai sumber <strong>hukum</strong> (yurisprudensi). Fenomena ini tentu menuntut seoranghakim pada saat menjatuhkan <strong>hukum</strong>an harus dibekali dengan penguasaan <strong>ilmu</strong> <strong>hukum</strong>,disamping fenomena-fenomena krusial yang berkembang di masyarakat.Di samping itu dengan melibakan peran serta masyarakat (publik) dalam mengawasipenyelenggaraan peradilan sebetulnya bukanlah merupakan hal yang baru. Memangsetelah kejatuhan rezim Orde Baru digantikan dengan Orde Reformasi, peran serta publikmelalui lembaga pengawasan seperti ICW (Indonesian Coruption Watch), MTI(Masyarakat Transparansi Indonesia), Judicial Watch, Parliament Watch, Police Watchmemberikan warna lain dalam penegakan <strong>hukum</strong> di Indonesia. Tentu dalam melakukanpengawasan mereka bekerja dengan jujur ,berani, serta independen tidak partisan.Menurut Satjipto Rahardjo 10 , peran publik dalam <strong>hukum</strong> guna menyumbang usahakeluar dari keterpurukan <strong>hukum</strong> saat ini, pertama, disadari kemampuan <strong>hukum</strong> ituterbatas. Mempercayakan segala sesuatu kepada <strong>hukum</strong> adalah suatu sikap yang tidakrealistis. Kita menyerahkan nasib kepada institusi yang tidak absolut untuk menuntaskantugasnya sendiri. Secara empirik terbukti untuk melakukan tugasnya ia selalumembutuhkan bantuan, dukungan, tambahan kekuatan publik. Kedua, masyarakatternyata tetap menyimpan kekuatan otonom untuk melindungi dan menata dari sendiri.Kekuatan itu untuk sementara waktu tenggelam di bawah dominasi <strong>hukum</strong> modern yangnota bena adalah <strong>hukum</strong> Negara.E. Budaya Hukum.Begitu pula dengan komponen budaya <strong>hukum</strong>, di mana komponen ini sangatmenentukan sekali dalam upaya penegakan <strong>hukum</strong> (law enforcement). Ada kalanyapenegakan <strong>hukum</strong> pada suatu komunitas masyarakat sangat baik, karena didukung olehkultur yang baik melalui partisipasi masyarakat (public participation). Pada masyarakatseperti ini, meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik <strong>hukum</strong>nyaakan tetap jalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, jika tidak ada dukungan darimasyarakat, sebaik apapun struktur dan substansi aturan tersebut, hasilnya tetap tidakakan baik dalam penegakan <strong>hukum</strong>. Makanya Ross menyatakan bahwa <strong>hukum</strong> tidak lebihdan tidak kurang hanyalah salah satu saja dari sekian banyak sarana kontrol sosial dengan10Satjipto Rahardjo, Mengajarkan Keteraturan, Menemukan Ketidakteraturan, Pidato Mengakhiri JabatanSebagai Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!