JURNALILMU HUKUM81suaranya lebih dari 3 % (persen) sesuai dengan electoral Treshold dalam Undang-UndangNomor 12 Tahun 2003. Kalau Partai-Partai yang perolehan suaranya dibawah 3 % (persen)sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 ingin bertarung dalamPemilihan Umum Tahun 2009 katakanlah dalam hal ini seperti, Partai Bulan Bintang,Partai Damai Sejahtera, Partai Karya Peduli Bangsa, dan lain-lain. Maka, Partai-Partaiini terlebih dahulu harus merubah nama dan mengikuti verifikasi di Departemen Hukumdan HAM Republik Indonesia, dan dinyatakan partai yang ikut serta dalam PemilihanUmum Tahun 2009 oleh Komisi Pemilihan Umum Pusat.Tapi, lagi-lagi wakil rakyat kita di Senayan melakukan politik dagang sapi yangditunjukkan dengan kesepakatan DPR yang membolehkan semua partai yang memperolehkursi DPR hasil Pemilihan Umum tahun 2004, meskipun gagal mencapai electoral threshold3 (tiga) persen untuk bisa langsung ikut dalam Pemilihan Umum Tahun 2009. Sungguhaneh, ketika DPR dan elit partai justru menyusun undang-undang yang nyata-nyata keluardari platform dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang sekarang sesungguhnyahendak direvisi. Dengan demikian, revisi atas undang-undang Nomor 12 Tahun 2003bukannya melangkah maju, tetapi justru melangkah mundur seperti tari poco-poco.Semangat yang dikandung oleh undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 dengan sistemelectoral threshold adalah dengan maksud menyederhanakan partai politik dengan carayang alamiah. Kalaulah electoral threshold ditiadakan, sehingga semua partai dapatmengikuti Pemilu kenapa kok hanya parpol yang memiliki kursi di DPR saja yang diberikesempatan? Apakah bukan demi transaksi dan pertukaran kepentingan di antara parapolitisi dan partai itu sendiri.Menurut Bagir Manan 20 untuk mendukung sistem pemerintahan presidenial yangefektif ada beberapa hal yang harus dilakukan; Pertama, Perlu pembaharuan sistemkedpartaian kita dari sistem multi partai dari sistem multi partai menjadi dua partai yangakan memungkinkan ada partai yang memiliki kursi atau anggota mayoritas mutlak diparlemen. Sehingga presiden dan wapres terpilih cukup didukung satu partai mayoritas,sehingga tidak perlu koalisi untuk berbagi kekuasaan yang menyebabkan presiden selalutersandera oleh kekuatan politik di parlemen. Presiden terpilih, memiliki kebebasan untukmemilih menteri-menteri yang semata-mata berdasarkan kompetensi pribadi (zakencabinet) bukan didasarkan pada suatu bangun koalisi yang rapuh yang kadang kala dapatmenyebabkan mush dalam selimut seperti yang terjadai saat ini, di satu sisi menyatakanbagian dari pemerintah berkuasa tetapi untuk case-case tertentu “lompat pagar” daribarisan pemerintah seperti yang terjadi dalam kasus angket century.Kedua, pemangkasan hak-hak DPR, semua hak DPR yang berbau parlementer harusditiadakan untuk menjamin stabilitas pemerintahan dari ancaman parlemen. PengawasanDPR hanya dilakukan melalui undang-undang dan APBN, kecuali terhadap keadaan atauperistiwa yang benar-benar menyangkut dasar-dasar bernegara, keamanan nasional,kepentingan publik, dan kewajiban internasional. DPR tidak perlu mengawasi pekerjaansehari-hari pemerintah atau peristiwa-peristiwa yang berada dalam lingkungan kerjapemerintah, apalagi terhadap kekuasaan penegak <strong>hukum</strong>, khususnya pengadilan.20Bagir Manan, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945, Orasi Ilmiah dalam RangkaDiesnatalis Universitas Padjajaran Bandung, April 2010, hlm. 33-34. Lihat juga Mexsasai Indra, Loc., cit.
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus 201182Ketiga, Pembaharuan sistem pemilihan umum. Untuk menuju sistem kepartaian yangsederhana (dua partai), harus diadakan perubahan sistem pemilihan umum menjadi sistemdistrik, dengan demikian, akan terjadi proses penyatuan kekuatan politik (centrifetel),memudahkan rakyat menentukan pilihan, dan akan mengurangi atau meniadakanberbagai bentuk jual beli politik.Menurut Iwan Satriawan dan Dhenok Panuntun Tri Suci Asmawati 21 perlu adanyapemikiran untuk membuat aturan tentang sistem multi partai secara tegas denganmemperhatikan beberapa poin alternatif antara lain:1. Pengaturan sistem kepartaian yang tegas, dalam arti pengaturan yang menjelaskansistem kepartaian yang dianut dengan jumlah partai politik tertentu.2. Kalaupun jumlah partai politik tidak dibatasi, hendaknya memperhatikan syaratsyaratpendirian partai politik yag lebih ketat sehingga dapat memunculkan partaipolitik yang kuat dan akuntabel.3. Apabila ada koalisi, maka harus dituangkan penghaturan yang jelas terakitmekanisme koalisi, karena selama ini koalisi partai politik tidak konsisten dancendrung tidak memperhatikan etika politik.D. KesimpulanBerdasarkan pembahasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa upayapenyederhanaan jumlah partai politik merupakan suatu keniscayaan dalam rangkamendukung sistem pemerintahan presidensial yang efektif, adapun upaya yang dapatdilakukan yakni melalui penyederhanaan jumlah partai politik secara alamiah melalui electoralthreshold, pengetatan terhadap syarat-syarat pendirian partai politik dismaping itu juga denganrealitas yang ada saat ini perlu adanya pengaturan yang jelas tentang sistem koalisi.E. SaranDiharapkan pada DPR sebagai leading sector bersama pemerintah dalam membuatregulasi yang terkait dengan sistem kepartaian agar konsisten dalam menentukan syaratsyaratelectoral threshold dan tidak melakukan bonglkar pasang setiap kali akanmelaksanakan pemilu, sehingga penyederhanaan jumlah partai politik secara alamiahdapat diwujudkan, tetapi sepanjang “kran” pendirian partai politik tetap dibuka makasepanjang itu pula akan sulit untuk menyederhanakan jumlah partai politik.F. Daftar PustakaA. BukuMexsasai Indra, Komisi Konstitusi Indonesia, Proses Pembentukan dan PelaksanaanKewenangannya, UIR Press-PSKI UIR, Pekanbaru 2007.Mirza Nasution, Mempertegas Sistem Presidensial, dalam buku Gagasan AmandemenUUD 1945 suatu rekomendasi, Penerbit Komisi Hukum Nasional (KHN), 2008.21Iwan Satriawan dan Dhenok Panuntun Tri Suci Asmawati, Op., cit, hlm. 72.
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33:
JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35:
JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37: JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39: JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41: JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43: JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45: JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47: JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49: JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51: JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53: JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83 and 84: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103 and 104: AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 105 and 106: AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107 and 108: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110: AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na