JURNALILMU HUKUM79presidensiil yang diikuti dengan sistem multi partai ternyata menghadirkan banyakkesulitan dan masalah, menilik design sistem pemilu presiden yang berlaku, sulitmenghindar dari pembentukan pemerintahan koalisi. Secara konstitusional, Pasal 6A Ayat(2) UUD 1945 membuka ruang adanya koalisi partai politik peserta pemilu. Kemudian,Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan WakilPresiden mengharuskan syarat dukungan paling sedikit 20 persen perolehan kursi diDPR bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan pasangan calonpresiden dan wakil presiden. 12Persoalan lain yang muncul dengan sistem presidensiil yang diikuti dengan sistemmulti partai yakni sulitnya menghasilkan pemenang suara mutlak (single majority) dalampemilihan umum. Kalau kita kilas balik kebelakang sejak masa pemerintahan PresidenAbdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri sampai era SBY-Boediono praktik sistempresidensial di Indonesia selalu menghadirkan minority government. Sebagaimanadiketahui, hasil Pemilu 1999 tidak menghasilkan partai politik pemenang suara mayoritasdi DPR (juga di MPR) hanya memperoleh 153 kursi (33,7%) dari 500 kursi DPR. Denganhasil itu, hampir mustahil bagi PDI-P meloloskan katua umumnya menjadi presiden tanpadukungan partai politik lain. Ironisnya, kata Syamsuddin Haris, hampir tidak ada inisiatifpolitik dari Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI-P sekaligus calon presidenyang direkomendasikan oleh Kongres PDI-P di Bali untuk menggalang dukungan dankerjasama politik dengan partai politik lain di luar PDI-P. 13Sikap percaya diri PDI-P dan Megawati Soekarnoputri mendorong elit partai politikberbasis islam dan berbasis ormas Islam seperti PPP, PAN, PBB, dan Partai Keadilan(PK) dirancang oleh Ketua Umum PAN Amien Rais membentuk koalisi yang dikenal sebagaiPoros Tengah. 14 Sebagai calon alternatif di luar B.J. Habibie dan Megawati Soekarnoputri,Poros Tengah mengusung Abdurrahman sebagai calon presiden. Langkah Poros tengahmenjadi lebih mudah karena laporan pertanggungjawaban B.J. Habibie ditolak oleh MPRdalam Sidang umum MPR pada bulan Oktober 1999. Ketika poros tengah berhasilmendorong Abdurrahman Wahid menjadi Presiden, koalisi menjadi pilihan takterhindarkan dan koalisi semakin besar dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputrimenjadi Wakil Presiden. Bagaimanapun koalisi yang dibangun presiden yang tidak punyadukungan mayoritas dilembaga legislatif dapat dikatakan sebagai sebuah langkah darurat. 15Problem lain akibat sistem presidensiil yang diikuti dengan sistem multi partai adalahsikap mendua yang selalu diperagakan oleh partai politik dalam koalisi pendukungpemerintah, praktek ketatanegaraan selama pemerintahan SBY-Boediono merupakanfakta bahwa sistem presidensiil yang diikuti dengan sistem multi partai ternyata menjadipersoalan serius bagi presiden yang berkuasa. Seperti contoh misalnya dalam penggunaanhak angket oleh DPR dalam kasus kasus century yang dalam hasil voting dimenangkanoleh opsi yang menyatakan bahwa dalam kasus bail out terhadap Bank Century terjadi12Saldi Isra, Pemilihan Presiden Langsung dan Problematik Koalisi dalam Sistem Presidensial, Jurnal Konstitusi,Pusako Universitas Andalas, Volume II Nomor 1, Juni 2009, hlm. 125.13Syamsuddin Haris, Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di Indonesia, Pustaka UtamaGrafiti, Jakarta, 2007 hlm. 69. Dalam, ibid, hlm. 122.14Syamsuddin Haris meneyebut koalisi Poros Tengah sebagai koalisi longgar. Lebih jauh lihat ibid.15Saldi Isra, Pemilihan..op., cit, hlm. 123.
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus 201180pelanggaran <strong>hukum</strong>, hasil voting ini dianggap kekalahan dari partai politik pendukungpemerintah. Dan dianggap sejumlah partai politik pendukung pemerintah melakukan“pengkhinatan” terhadap kontrak politik yang telah disepakati.Kasus lain juga dapat kita lihat dalam hal penggunaan hak angket mafia pajak. Hasilvoting angket pajak berakhir dengan skor 264 (setuju) dan 266 (menolak) terhadappenggunaan angket pajak. Kegagalan dalam penggunaan hak angket dianggap kemenanganpartai pendukung pemerintah, namun kenyataanya meninggalkan sejumlah persoalankarena partai Golkar dan PKS yang merupakan bagian dari partai mitra koalisi pemerintahdianggap melakukan sikap pelanggaran terhadap 11 (sebelas) kesepakatan yang telahdisepakati, sebagaimana terucap dalam pidato presiden merespon terbelahnya sikap partaikoalisi dalam kasus angket pajak. 16Menurut Iwan Satriawan dan Dhenok Panuntun Tri Suci Asmawati 17 ada hal-hal yangperlu diperhatikan kenapa sistem multi partai dapat mengganggu dalam mewujudkansistem presidensiil yang efektif:1. Karena koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda, dalam koalisi pemerintahan,partai politik tidak bertanggung jawab menaikkan presiden dalam pemilu sehinggapartai politik cendrung meninggalkan presiden yang tidak lagi populer.2. Pemilu presiden selalu ada di depan mata sehingga partai politik berusaha sebisamungkin menjaga jarak dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin baik,tetapi tidak populer.3. Kemungkinan jatuhnya pemerintahan secara inkonstitusional, besarnya peluangpergantian pemerintah secara inkonstitusional amat relatif karena dalam sistempresidensialisme amat sulit menurunkan presiden terpilih. Karena itu, pihak-pihakyang tidak puas dengan kinerja pemerinta cendrung menggunakan jalur inkonstitusionaluntuk mengganti pemerintahan.Sebetulnya upaya penyederhanaan jumlah partai politik sudah diupayakan melaluiregulasi yakni melalui konsep electoral threshold. 18 Cuma problemnya para politisidisenayan juga tidak konsisten dengan konsep ini. Di dalam Undang-Undang No 12 Tahun2003 (Undang-Undang Pemilu Legislatif sebelumnya) dinyatakan bahwa syarat electoralTreshold bagi Partai-Partai yang ikut pada Pemilu Tahun 2004 adalah 3 % (persen).Artinya apa? Bahwa Partai-Partai yang ikut bertarung dalam Pemilihan Umum tahun2004 untuk bisa ikut dalam Pemilihan Umum tahun 2009 harus memperoleh suaraminimal di Pemilihan Umum tahun 2003 tiga persen. 19Dalam realitas pemilihan umum tahun 2004 apabila mengacu pada ketentuan Undang-Undang No 12 Tahun 2003 maka partai-partai yang bisa bertarung dalam PemilihanUmum tahun 2009 adalah: Partai Golkar, Partai Indonesia Perjuangan (PDI-P), PartaiDemokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai KebangkitanBangsa, Partai Keadilan Sejahtera. Karena, hanya partai-partai inilah yang perolehan16Mexsasai Indra, Loc., cit.17Iwan Satriawan dan Dhenok Panuntun Tri Suci Asmawati, Op., cit, hlm. 70.18Merupakan keadaan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk ikutpada pemilihan umum berikutnya.19Mexsasai Indra, Kontroversi UU Pemilu, Opini Riau Pos, 20 Maret 2008.
- Page 2 and 3:
JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5:
JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7:
JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9:
JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11:
JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13:
JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15:
JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17:
JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19:
JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 20 and 21:
JURNALILMU HUKUM15undang ini maka s
- Page 22 and 23:
JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25:
JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27:
JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29:
JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31:
JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33:
JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35: JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37: JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39: JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41: JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43: JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45: JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47: JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49: JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51: JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53: JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80: JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88: MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90: VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100: ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102: VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103 and 104: AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 105 and 106: AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107 and 108: AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110: AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112: AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114: VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128: FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130: VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131: VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na