JURNALILMU HUKUM15undang ini maka semua peraturan perundangan yang berlaku sebelumnya seperti IGOdan IGOB dinyatakan tidak berlaku lagi.Adapun yang dimaksud dengan desa praja adalah kesatuan masyarakat <strong>hukum</strong> yangtertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri memilikipenguasa dan mempunyai harta benda sendiri. 10 Badan musyawarah desa praja adalahsebagai badan perwakilan dari masyarakat desa praja dan cara pemilihan dan pengangkatananggotanya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I.Undang-undang ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, disebabkanterjadinya peristiwa G-30-S/PKI yang telah menimbulkan dampak berbagai macamkehidupan sehingga mengalami kesulitan untuk melaksanakannya. Seiring dengan itu,Pemerintahan Orde lama membuat kebijakan untuk menitik beratkan otonomi yangseluas-luasnya kepada daerah. Undang-Undang No. 19 Tahun 1965 perlu ditinjau kembalisehubungan dengan Instruksi Mentri Dalam Negeri No.29 Tahun 1966 tentang PenundaanRealisasi Pembentukan Desa Praja. Akibatnya ditunda berlakunya Undang-Undang No.19 Tahun 1965 daerah mengalami kesulitan dalam penyelengaaraan pemerintahan desa,terutama dalam pemilihan kepala desa. Agar ada pedoman secara nasional maka padaTahun 1978 ditetapkan Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1978 tentang Pemilihan,Pengesahan, Pengangkatan Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian Kepala Desa. 112. BPD pada Era Pemerintahan Orde BaruSatu tahun setelah dikeluarkannya Peraturan Mentri Dalam Negeri tersebut, dibentukUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Pembentukan undangundangini didasarkan pertimbangan bahwa Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1965 tidaksesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan perlu diganti. Undang-undang inimengarahkan pada penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan coraknasional menjamin terwujudnya demokrasi Pancasila secara nyata, dengan menyalurkanpendapat masyarakat dalam wadah yang disebut Lembaga Musyawarah Desa (LMD)Selanjutnya undang-undang ini mengatur dua organisasi pemerintahan terendahdibawah kecamatan, yakni desa dan kelurahan. Desa adalah suatu wilayah yang ditempatioleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya masyarakat<strong>hukum</strong> yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah di bawah kecamatan danberhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Sedangkan Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati olehsejumlah penduduk, mempunyai organisasi terendah langsung di bawah camat, dan tidakberhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. 12Hal ini secara jelas disebutkan dalam konsideran menimbang dalam Undang-UndangNomor. 5 Tahun 1979 bahwa” Sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia,maka kedudukan Desa sejauh mungkin diseragamkan dengan mengindahkan keragamankeadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku”. Namun upaya penye-10Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,2005, hlm. 144-145.11Ibid, hlm.146.12Ibid,.hal. 148.
EMILDA FIRDAUSVOLUME2 No. 1 Agustus 201116ragaman pengaturan masyarakat desa justru menghambat tumbuhnya kratifitas danpartisipasi masyarakat. 13Dalam penjelasan Undang-Undang No.5 Tahun 1979 ini menyatakan, bahwa Desaadalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah pewarisan dari undang-undang yanglama yang pernah ada yang mengatur desa, yaitu Inlandsche Gemeente Ordonanntie/(IGO) yang berlaku untuk Jawa dan Madura, dan Inlandsche Gemeente OrdonanntieBuitengwesten (IGOB) yang berlaku diluar Jawa dan Madura. Peraturan perundangundanganini tidak mengatur desa secara seragam dan kurang memberikan dorongankepada masyarakat untuk tumbuh kearah kemajuan yang dinamis. Akibatnya desa danpemerintahan desa yang sekarang ini bentuk dan coraknya masih beraneka ragam.Masing-masing memiliki ciri-cirinya sendiri yang terkadang-kadang dianggap merupakanhambatan untuk pembinaan dan pengendalian yang intensif guna peningkatan taraf hidupmasyarakatnya. 14Jadi, secara formal dan eksplisit, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 ditujukanuntuk melakukan penyeragaman bentuk terhadap keanekaragaman tata pemerintahandesa yang ada. Tujuan politisnya adalah untuk melakukan intervensi dan standarisasiyang diinginkan oleh rezim orde baru agar dapat mengendalikan semua level pemerintahansecara penuh. Kelemahan dari undang-undang ini adalah tidak adanya pemisahankekuasaan antara eksekutif dan legislatif. 15 Pemerintah Desa menurut undang-undang iniadalah terdiri dari Kepala Desa Dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Dalam hal iniKepala Desa berkedudukan sebagai alat Pemerintah, alat Pemerintah Daerah dan alatPemerintah Desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. 163. BPD pada Era ReformasiEra reformasi membawa angin segar bagi pelaksanaan otonomi daerah, ketikadesentralisasi dan demokrasi lokal mengalami kebangkitan, menyusul lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.Dari sisi desentralisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 secara signifikanmemberi penghargaan terhadap keragaman lokal, membuka ruang bagi masyarakat lokaluntuk menemukan identitas lokal yang telah lama hilang selama penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, mengurangi kontrol negara terhadap desa, serta sedikitbanyak memberikan kewenangan untuk memperkuat eksistensi dan otonomi desa. Jikadibawah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 desa ditempatkan sebagai unitpemerintahan terendah dibawah camat, maka di bawah Undang-Undang Nomor. 22 Tahun1999 desa ditempatkan sebagai kesatuan masyarakat <strong>hukum</strong> yang berhak dan berwenangmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul 17 .13Wasistiono, Op.Cit, hal. 20-21.14HAW.Widjaja, Op.Cit, hlm. 10.15Maryuni, Alokasi Dana Desa Formulasi dan Implementasi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya,Malang, 2002, hlm. 10.16Soewarno Handajaningrat & R. Hindratmo, Landasan dan Pedoman Kerja Administrasi Pemerintah Daerah,Kota dan Desa, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1993, hlm. 77.17Abdul Rozaki, dkk, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, Ire Pres, Yogyakarta, 2005, hlm. 11.
- Page 2 and 3: JURNALILMU HUKUMIJurnalILMUHUKUMJUR
- Page 4 and 5: JURNALILMU HUKUMIIIPENGANTAR REDAKS
- Page 6 and 7: JURNALILMU HUKUM1KEDUDUKAN IZIN LIN
- Page 8 and 9: JURNALILMU HUKUM3Berdasarkan hal di
- Page 10 and 11: JURNALILMU HUKUM5lingkungan diatur
- Page 12 and 13: JURNALILMU HUKUM7Pola perizinan di
- Page 14 and 15: JURNALILMU HUKUM9F. Daftar PustakaB
- Page 16 and 17: JURNALILMU HUKUM11dan pembangunan y
- Page 18 and 19: JURNALILMU HUKUM13disebut dengan Pe
- Page 22 and 23: JURNALILMU HUKUM17Dalam Undang-Unda
- Page 24 and 25: JURNALILMU HUKUM19bertanggung jawab
- Page 26 and 27: JURNALILMU HUKUM21Handajaningrat, S
- Page 28 and 29: JURNALILMU HUKUM23menambah beban po
- Page 30 and 31: JURNALILMU HUKUM25yang sangat besar
- Page 32 and 33: JURNALILMU HUKUM27Terkait kebijakan
- Page 34 and 35: JURNALILMU HUKUM29MakalahAbdul Bari
- Page 36 and 37: JURNALILMU HUKUM31pemerintahan naga
- Page 38 and 39: JURNALILMU HUKUM33Tabel. 1Nagari da
- Page 40 and 41: JURNALILMU HUKUM354. Hilangnya jaba
- Page 42 and 43: JURNALILMU HUKUM37Kepala DesaKepala
- Page 44 and 45: JURNALILMU HUKUM39i. Tanah, hutan,
- Page 46 and 47: JURNALILMU HUKUM41PERKEMBANGAN KELE
- Page 48 and 49: JURNALILMU HUKUM43adanya, dapat dis
- Page 50 and 51: JURNALILMU HUKUM45Versi keempat, te
- Page 52 and 53: JURNALILMU HUKUM47Kijang bertemu ki
- Page 54 and 55: JURNALILMU HUKUM49Dalam buku Sejara
- Page 56 and 57: JURNALILMU HUKUM51Setelah ditetapka
- Page 58 and 59: JURNALILMU HUKUM53hubungan darat an
- Page 60 and 61: JURNALILMU HUKUM55Kewedanaan Muara
- Page 62 and 63: JURNALILMU HUKUM57menggunakan kapal
- Page 64 and 65: JURNALILMU HUKUM59ternyata Kabupate
- Page 66 and 67: JURNALILMU HUKUM61PERGESERAN PERAN
- Page 68 and 69: JURNALILMU HUKUM63sesuai dengan cit
- Page 71 and 72:
JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201166
- Page 73 and 74:
JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201168
- Page 75 and 76:
JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201170
- Page 77 and 78:
JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201172
- Page 79 and 80:
JUNAIDIVOLUME2 No. 1 Agustus 201174
- Page 81 and 82:
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 83 and 84:
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 85 and 86:
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 87 and 88:
MEXSASAI INDRAVOLUME2 No. 1 Agustus
- Page 89 and 90:
VOLUME2 No. 1 Agustus 201184IMPLEME
- Page 91 and 92:
ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201186Sel
- Page 93 and 94:
ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201188ren
- Page 95 and 96:
ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201190Ist
- Page 97 and 98:
ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201192yan
- Page 99 and 100:
ROMIVOLUME2 No. 1 Agustus 201194dal
- Page 101 and 102:
VOLUME2 No. 1 Agustus 201196PERBAIK
- Page 103 and 104:
AZMI FENDRIVOLUME2 No. 1 Agustus 20
- Page 105 and 106:
AZMI FENDRIVOLUME 1002 No. 1 Agustu
- Page 107 and 108:
AZMI FENDRIVOLUME 1022 No. 1 Agustu
- Page 109 and 110:
AZMI FENDRIVOLUME 1042 No. 1 Agustu
- Page 111 and 112:
AZMI FENDRIVOLUME 1062 No. 1 Agustu
- Page 113 and 114:
VOLUME 1082 No. 1 Agustus 2011KONTR
- Page 115 and 116:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1102
- Page 117 and 118:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1122
- Page 119 and 120:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1142
- Page 121 and 122:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1162
- Page 123 and 124:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1182
- Page 125 and 126:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1202
- Page 127 and 128:
FRENADIN ADEGUSTARA, DKKVOLUME 1222
- Page 129 and 130:
VOLUME 1242 No. 1 Agustus 20115. Er
- Page 131:
VOLUME 1262 No. 1 Agustus 20116. Na