Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
LSM internasional, akademisi dan politikus.<br />
Namun, muncul pergerakan dalam wujud<br />
Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah<br />
forum subregional negara-negara Kepulauan<br />
Pasifik.<br />
Dalam Pertemuan Tingkat Tinggi MSG<br />
pada bulan Juni 2013 di Noumea,<br />
Kaledonia Baru, para pemimpin membuat<br />
keputusan penting dengan [1]<br />
mengundang perwakilan masyarakat<br />
Papua sebagai delegasi resmi konferensi<br />
tersebut 3 , [2] mempertimbangkan pengajuan<br />
keanggotaan perwakilan Papua,<br />
[3] menyoroti situasi HAM di Papua<br />
dan [4] mengirimkan delegasi untuk<br />
mengunjungi Papua. Keputusan ini<br />
sangat penting dalam mengakui Papua<br />
sebagai entitas politik terpisah di forum<br />
MSG, memperhatikan situasi HAM dan<br />
mengakui kedaulatan Indonesia atas<br />
Papua. Yang terpenting, pimpinan MSG<br />
berkomitmen untuk mengunjungi Indonesia<br />
dan bertemu dengan warga Papua.<br />
Keputusan ini menunjukkan keinginan<br />
kuat mereka untuk mengambil tindakan<br />
dalam mencari solusi damai bagi Papua.<br />
Keputusan tersebut sangat berbeda<br />
dengan upaya diplomasi lainnya, seperti<br />
Universal Periodic Review (UPR)<br />
Dewan HAM PBB, di mana aktor-aktor<br />
internasional cenderung membatasi<br />
keterlibatan mereka dengan Indonesia di<br />
PBB dan mengabaikan realita yang terjadi<br />
di Papua. Tidak satu pun dari forum-forum<br />
multilateral (seperti Uni Eropa, APEC,<br />
ASEAN) yang berkemauan mengirimkan<br />
delegasinya ke Jakarta dan Papua untuk<br />
mengupayakan proses pembangunan<br />
perdamaian.<br />
Terlepas dari janji yang diberikannya pada<br />
saat konferensi, kunjungan delegasi MSG<br />
ke Jakarta, Ambon dan Jayapura tidak<br />
memberikan hasil yang memuaskan.<br />
Delegasi MSG hanya meluangkan waktu<br />
dua jam di Jayapura dan hanya bertemu<br />
dengan birokrat, sehingga mereka tidak<br />
dapat membahas konflik Papua secara<br />
menyeluruh (Hernawan, 2014). Namun,<br />
hasil kunjungan delegasi MSG akan<br />
dievaluasi pada konferensi MSG 2015<br />
di Honiara, Kepulauan Solomon, untuk<br />
melihat apakah delegasi MSG telah<br />
memenuhi mandat hasil resmi konferensi<br />
MSG 2013.<br />
Sejalan dengan semangat MSG, Vanuatu,<br />
sebagai satu-satunya pendukung Papua di<br />
forum diplomatik sejak lama, melanjutkan<br />
kampanye tentang Papua. Vanuatu<br />
menyoroti isu Papua dalam sidang Majelis<br />
Umum dan Dewan HAM dan meminta<br />
PBB untuk mengangkat seorang Pelapor<br />
Khusus PBB yang berwenang untuk<br />
melakukan investigasi terhadap situasi<br />
HAM di Papua. Langkah ini belum pernah<br />
diambil sebelumnya. Setelah melakukan<br />
intervensi saat sidang Majelis Umum<br />
PBB ke-62 pada bulan November 2013,<br />
Vanuatu menghadapi tekanan diplomatik<br />
dari Amerika Serikat dan Australia yang<br />
menyatakan bahwa intervensi tersebut<br />
tidak perlu dan berpotensi menyebabkan<br />
ketidakstabilan di wilayah Pasifik.<br />
Vanuatu menegaskan kembali permohonan<br />
nya ke Dewan HAM PBB di sidang ke-<br />
25 di Jenewa, Swiss, pada Maret 2014 4 .<br />
Reaksi di tingkat Jenewa berbeda dengan<br />
Majelis Umum PBB. Meskipun pidato<br />
Perdana Menteri Kalosil mendapatkan<br />
tepuk tangan meriah dari negara-negara<br />
anggota PBB dan LSM, Vanuatu tidak<br />
mendapatkan sekutu baru.<br />
Terlepas dari aktor internasional seperti MSG<br />
dan Vanuatu, pemimpin Papua mengambil<br />
keputusan bersejarah pada tahun 2014.<br />
Difasilitasi oleh pemerintah Vanuatu dan<br />
101<br />
3 Lihat http://pacifcpolicy.org/blog/2013/06/28/out-of-the‐shadowswest-papua-takes-its-place-at-the-msg/<br />
4 Lihat http://m.thejakartapost.com/news/2014/03/21/is-a -unresolution-papua-impossible.html<br />
Hak Transformasi Sipil dan Konflik Politik