Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
di sidang berikutnya. Dalam kasus lain, terdakwa<br />
dapat memperoleh penangguhan tahanan atau<br />
perubahan status tahanan di tengah-tengah<br />
proses persidangan.<br />
Pendekatan Hukum terhadap Korupsi<br />
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 12<br />
Tahun 2010 tentang penjatuhan pidana yang<br />
berat dan setimpal dalam tindak pidana<br />
korupsi mempertegas Surat Edaran Mahkamah<br />
Agung sebelumnya, yakni Surat Edaran<br />
Nomor 1 Tahun 2010. Surat Edaran pertama<br />
memerintahkan hakim untuk memberikan<br />
putusan yang seadil-adilnya untuk kasus yang<br />
mendapatkan perhatian publik, terutama kasus<br />
korupsi. Karena korupsi di Indonesia dilakukan<br />
secara sistematis dalam skala besar, diperlukan<br />
metode dan pendekatan yang tidak biasa untuk<br />
mengatasinya. Selain itu, proses peradilan tindak<br />
pidana harus memberikan efek jera bagi pelaku<br />
di masa mendatang. Sanksi yang diberikan harus<br />
tepat dan sepadan, dan bukan hanya dengan<br />
memberikan hukuman minimal, tetapi juga<br />
dengan mempertimbangkan tingkat kejahatan<br />
dan potensi kerugian negara yang diakibatkan<br />
oleh terdakwa.<br />
Dalam kasus tindak pidana korupsi, dari<br />
awal penyidikan, penyidik harus mampu<br />
membedakan tingkat keterlibatan tersangka.<br />
Mereka harus melaksanakan suatu prosedur<br />
yang disebut penilaian tingkat keterlibatan<br />
(deelneming) yang terdiri dari pelaku (pleger),<br />
dalang (doenpleger), partisipan (medelpleger),<br />
dan mereka yang menghasut tindakan tersebut<br />
(uitloker). Terlepas dari hal tersebut, hakim harus<br />
mempertimbangkan kerugian yang diderita<br />
negara saat menjatuhkan hukuman di akhir<br />
persidangan. Sebagai contoh, apabila negara<br />
menderita kerugian sebesar 5 juta rupiah, maka<br />
hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa<br />
tidak boleh sama dengan terdakwa yang<br />
menyebabkan kerugian negara sebesar 5 miliar<br />
rupiah.<br />
127<br />
Definisi Korupsi<br />
Oxford Dictionary (1993) mendefinisikan korupsi sebagai kejanggalan, atau kerusakan integritas saat<br />
menjalankan tugas negara dengan melibatkan suap atau balas jasa. Sementara itu, World Bank (2008)<br />
mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan pribadi.<br />
Elemen-korupsi meliputi, pertama, tindakan pengambilan, penyembunyian, dan penggelapan harta<br />
rakyat atau negara. Kedua, tindakan yang bertentangan dengan norma. Ketiga, penyalahgunaan<br />
kekuasaan, otoritas atau mandat. Keempat, tindakan yang ditujukan demi kepentingan pelaku, keluarga<br />
pelaku, atau badan tertentu. Kelima, tindakan yang merugikan elemen masyarakat atau negara.<br />
Dalam definisi yudisial, korupsi dijelaskan dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto<br />
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal tersebut menjelaskan secara rinci tindak pidana<br />
korupsi yang dapat dituntut dengan hukuman penjara. Korupsi terdiri dari 30 tindak pidana yang dapat<br />
dikelompokkan sebagai tindakan yang menyebabkan kerugian negara, suap, penggelapan, kecurangan,<br />
konflik kepentingan dalam pengadaan, dan persenan (KPK, 2006: 19-20)<br />
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menjelaskan korupsi sebagai tindakan melanggar hukum yang<br />
bertujuan untuk memperkaya pelaku, orang lain, atau perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian<br />
negara atau ekonomi nasional. Ada sembilan kategori korupsi, yaitu suap, keuntungan ilegal, transaksi<br />
rahasia, hadiah, pemberian, penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan dan<br />
fasilitas negara.<br />
Institusi, Sistem Hukum, dan Hak Transformasi Sektor Sipil dan Keamanan Konflik Politik