Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
5.4 Papua dalam Mekanisme Masyarakat Adat PBB<br />
Pada tahun 1982, PBB mendirikan Kelompok Kerja untuk Masyarakat Adat (Working<br />
Group on Indigenous Population). Pada saat itu, Viktor Kaisiepo Msn bertolak ke Jenewa<br />
untuk mewakili masyarakat adat Papua. Ia juga terlibat dalam kelompok kerja untuk<br />
perumusan Deklarasi Hak Masyarakat Adat yang didirikan pada tahun 1985. Dalam<br />
bukunya, “Satu Perspektif untuk Papua”, ia mengatakan: “Ketika saya datang ke PBB<br />
untuk pertama kalinya, temuan terbesar saya adalah bangsa kami telah memiliki satu<br />
masalah biodegradable. Kami telah menjadi satu bangsa adat tanpa menyadarinya.<br />
Kami telah memiliki hak, dan ada satu (tempat) di PBB yang dapat kami singgahi”.<br />
Sejak saat itu, rakyat Papua telah terlibat dalam<br />
berbagai forum masyarakat adat di PBB, untuk<br />
memperjuangkan pengakuan dan imple mentasi<br />
hak dasar masyarakat adat Papua. Ada<br />
beberapa anak muda Papua di Belanda, seperti<br />
Grace Roembiak, Inaria Kaisiepo dan Leonie<br />
Tanggahma, yang terlibat secara aktif dalam<br />
forum-forum ini.<br />
Konferensi Masyarakat Adat Papua pertama pada<br />
tahun 2002 mengawali pembentukan Dewan<br />
Adat Papua (DAP). Melalui forum ini, Leonard<br />
Imbiri, Joab Syatfe, Ephraim Yoteni, Robert<br />
Ambumi, Septer Manufandu dan Rosa Moiwend<br />
diutus untuk berpartisipasi dalam forum-forum<br />
masyarakat adat, seperti Forum Permanen PBB<br />
untuk Isu-isu Masyarakat Adat (UN Permanent<br />
Forum on Indigeous Issues UNPFII), Mekanisme<br />
Ahli PBB untuk Hak Masyarakat Adat (Expert<br />
Mechanism on the Rights of Indigenous Peoples -<br />
EMRIP) dan Konferensi Dunia untuk Masyarakat<br />
Adat (World Conference on Indigenous Peoples<br />
- WCIP). Berbagai isu terkait masyarakat adat<br />
diangkat dalam forum ini melalui pembacaan<br />
pernyataan dan melalui acara di sela-sela<br />
konferensi (side events) yang diadakan sebagai<br />
bagian dari topik atau dengan fokus regional<br />
pada Papua Barat.<br />
Selain itu, salah satu delegasi Papua juga mendapatkan<br />
kesempatan untuk bertemu beberapa<br />
Pelapor Khusus PBB untuk Hak Masya rakat Adat<br />
dan berbagi informasi mengenai permasalahan<br />
yang dihadapi oleh masyarakat adat di Papua.<br />
Salah satu kasus yang dilaporkan kepada Pelapor<br />
Khusus PBB untuk Masyarakat Adat, James<br />
Anaya adalah kasus penembakan Opinus Tapuni<br />
saat peringatan International Day of Indigenous<br />
Nations pada tanggal 9 Agustus 2008.<br />
Dalam forum-forum masyarakat adat tersebut,<br />
delegasi Papua berkesempatan untuk<br />
membagikan pengalamannya dengan masyarakat<br />
adat lain dari Asia, Pasifik, Amerika, Amerika<br />
Latin, Afrika dan Eropa dalam berbagai lokakarya,<br />
seminar dan pertunjukan budaya. Dewan<br />
Adat Papua (DAP) terlibat secara aktif dalam<br />
pembentukan International Indigenous Peoples<br />
Movement for Self-Determination and Liberation<br />
(IPMSDL).<br />
Salah satu hasil pertemuan ini, dan yang terkait<br />
dengan perjuangan Papua dalam forumforum<br />
masyarakat adat, adalah studi Valmaine<br />
Toki mengenai dekolonisasi di Pasifik yang<br />
memberikan rekomendasi spesifik terkait hak<br />
masyarakat adat Papua untuk menentukan<br />
nasib sendiri (E/C. 10/2013/12).<br />
“Ketika saya datang ke PBB<br />
untuk pertama kalinya, temuan<br />
terbesar saya adalah bangsa<br />
kami telah memiliki satu<br />
masalah biodegradable. Kami<br />
telah menjadi satu bangsa adat<br />
tanpa menyadarinya. Kami<br />
telah memiliki hak, dan ada satu<br />
(tempat) di PBB yang dapat kami<br />
singgahi”. -Viktor Kaisiep<br />
113<br />
Hak Transformasi Sipil dan Konflik Politik