Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2.4 Pembunuhan di Luar Hukum<br />
Antara bulan April 2013 dan Januari 2015, setidaknya 22 orang menjadi korban<br />
pembunuhan di luar hukum di Papua. Beberapa kasus terjadi karena penggunaan<br />
kekerasan secara berlebihan selama operasi penyisiran dan dalam upaya pembubaran<br />
unjuk rasa damai. Semua korban pembunuhan di luar hukum adalah masyarakat asli<br />
Papua, sebuah praktik diskriminasi rasial dalam penggunan kekerasan. Tanpa adanya<br />
mekanisme yang efisien dalam investigasi atau proses peradilan, aparat keamanan<br />
yang melakukan kejahatan tersebut mendapat impunitas.<br />
Selama dua tahun terakhir, ada peningkatan<br />
jumlah pembunuhan di luar hukum, yang sebagian<br />
besar terjadi di daerah dataran tinggi seperti<br />
Puncak dan Puncak Jaya. Banyak kasus pembunuhan<br />
di luar hukum tidak tercatat karena<br />
terbatasnya akses pembela HAM ke daerah<br />
tersebut.<br />
Dari kasus-kasus yang dilaporkan antara tahun<br />
2011 dan 2012, hanya beberapa yang kemudian<br />
memasuki tahap investigasi dan pengadilan.<br />
Akan tetapi, tidak ada satupun kasus yang terjadi<br />
di tahun 2013-2014 yang memasuki tahap<br />
penghukuman, meskipun bukti yang ada sudah<br />
cukup kuat dan identitas pelaku sudah diketahui.<br />
Walaupun ada mekanisme yang bisa digunakan<br />
untuk proses investigasi dan pengadilan bagi<br />
aparat keamanan, seperti pengadilan militer dan<br />
Kompolnas atau Propam bagi polisi, mekanisme<br />
tersebut kurang transparan dan jarang digunakan<br />
dalam mengatasi permasalahan kekerasan<br />
di Papua.<br />
Pada tahun 2013-2014, hanya ada beberapa kasus<br />
kekerasan yang terjadi saat aksi unjuk rasa damai,<br />
yang dilaporkan. Hal itu dikarenakan pemerintah<br />
memberangus kebebasan berpendapat di<br />
Papua, sehingga masyarakat sipil sulit terlibat<br />
dalam kegiatan seperti itu. Hal ini diperburuk<br />
dengan kasus-kasus pembunuhan aktivis politik<br />
seperti Martinus Yohame, ketua KNPB.<br />
UU No. 9/1998 tentang Kebebasan Mengemukakan<br />
Pendapat di Muka Umum sering sekali<br />
digunakan sebagai alasan untuk “mengamankan<br />
sementara” pengunjuk rasa, menciptakan ketakut<br />
an, dan menekan perlawanan sipil. Gubernur<br />
Lukas Enembe mengatakan bahwa insiden<br />
penembakan pada bulan Januari 2014, yang<br />
sebelumnya diduga dilakukan oleh anggota<br />
OPM, dianggap sebagai tindakan kelompok<br />
criminal, bukan kegiatan perlawanan politik.<br />
Istilah “KKB”, atau Kelompok Kriminal Bersenjata<br />
sekarang digunakan untuk mendepolitisasi<br />
kekerasan di Papua dan untuk menekan aksi<br />
unjuk rasa.<br />
Pembunuhan tiga laki-laki yang terjadi pada<br />
bulan Agustus 2014 di Abepura yang terjadi<br />
saat operasi di Pasar Pusat Yotefa menunjukkan<br />
bahwa aparat keamanan juga melakukan<br />
pembunuhan di luar hukum sebagai bagian dari<br />
aksi balas dendam.<br />
Contoh kasus:<br />
Aparat gabungan menewaskan tiga<br />
orang saat terjadi kerusuhan di Aimas,<br />
Sorong<br />
Pada tanggal 30 April 2013 pukul 21:00 WIT,<br />
aparat gabungan membubarkan unjuk rasa<br />
memprotes integrasi Papua ke Indonesia.<br />
Aparat keamanan melepaskan tembakan yang<br />
mengenai dada Abner Malagawak (22) dan<br />
kepala Thomas Blesya (28). Tembakan tersebut<br />
juga melukai dua orang lainnya pada saat protes<br />
damai yang memperingati integrasi Papua ke<br />
Indonesia di Aimas, Sorong . Salomina Kalaibin<br />
(37 tahun) tertembak di bagian perut dan bahu.<br />
Salomina kemudian dilarikan ke Rumah Sakit<br />
Sorong untuk mendapatkan perawatan. Pada<br />
tanggal 6 Mei 2013, anggota keluarga Salomina<br />
33<br />
Hak Sipil dan Politik