Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kesehatan reproduksi dan Demografi: rendahnya tingkat kesuburan<br />
masyarakat asli Papua<br />
Data Kesehatan Provinsi Papua tahun 2012 menunjukkan bahwa angka Keluarga Berencana (49%)<br />
dan keterlibatan tenaga kesehatan dalam proses kelahiran (53%) masih jauh tertinggal dibandingkan<br />
dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia tahun<br />
2012, angka kesuburan di Papua adalah 3,50 kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 di mana tercatat<br />
hanya 2,18 persen. Persentase penggunaan alat kontrasepsi (CPR) juga menurun dari 38,3 di tahun 2007<br />
menjadi 21,8 di tahun 2012.<br />
Statistik yang pertama konsisten dengan laporan yang menyatakan bahwa masyarakat asli Papua melihat<br />
KB sebagai upaya negara untuk mengontrol jumlah penduduk asli Papua. Penelitian antropologi pada<br />
tahun 1990an menunjukkan bahwa di daerah Lembah Baliem, perempuan asli Papua hanya memiliki 2<br />
atau 3 anak. Penelitian tersebut menunjukkan rendahnya angka kesuburan di mana hanya ada dua anak<br />
per satu perempuan di Papua (di tahun 1991, sampel riset diambil dari 20.000 populasi, dengan rata-rata<br />
angka kesuburan yaitu 1,46 anak per perempuan). Program nasional ‘2 anak saja cukup’, skema imunisasi,<br />
dan program pengawasaan pertumbuhan anak tidak dibuat sesuai dengan konteks Papua, dan sejauh<br />
ini tidak mengurangi anga kematian ibu dan anak di Papua.<br />
“Dari tiga kesempatan yang berbeda, para laki-kaki dari suku Dani mendeskripsikan bahwa program KB<br />
merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengeliminasi Suku Dani dan suku-suku lainnya dari<br />
Indonesia. Hingga sekarang, perempuan suku Dani tidak melahirkan keturunan yang cukup untuk bisa<br />
menjamin pertumbuhan, dan memaksakan KB dalam situasi kependudukan saat ini bisa diungkapan<br />
dekan kata kritis sebagai “genocida”. Meskipun contoh situasi di Lembah Baliem Nampak terlalu keras,<br />
permasalahan yang terjadi adalah tingkat kematian bayi yang sangat tinggi dijawab dengan kebijakan<br />
umum nasional mengenai bayi, yang tidak relevan dengan situasi di Lembah Baliem, dan rendahnya<br />
angka kesuburan perempuan dijawab dengan pelaksanaan seminar mengenai KB. Biaya asimilasi yang<br />
harus dibayar sangatlah tinggi.” (Butt, 1998)<br />
65<br />
Meskipun rata-rata tingkat kesuburan di Papua meningkat selama 10 tahun terakhir, hal tersebut<br />
tidak terjadi bagi penduduk asli Papua yang tinggal di dataran tinggi. Ada berbagai macam penyebab<br />
infertilitas, antara lain kekurangan gizi di saat pertumbuhan, penggusuran masyarakat adat, marginalisasi<br />
masyarakat Papua yang tinggal di daerah perkotaan dan di pinggir pantai, serta prevalensi HIV-AIDS<br />
dan PMS; semuanya dapat menyebabkan infertilitas dan penggunaan metode tradisional jarak antar<br />
anak. Tingkat kesuburan penduduk asli Papua tidak diketahui, karena survei kesehatan nasional tidak<br />
memisahkan data berdasarkan latar belakang etnis. Penulis memperkirakan bahwa tingkat kesuburan<br />
penduduk asli Papua adalah antara 1,5 dan 1,8 anak per perempuan dewasa di daerah dataran tinggi.<br />
Selain itu, tidak ada catatan mengenai perbedaan usia harapan hidup antara masyarakat asli dengan<br />
kaum pendatang, namun diperkirakan sekitar 10 tahun atau lebih. Ketimpangan bidang kesehatan ini<br />
tidak nampak secara resmi, karena selain laporan HIV, tidak ada pembedaan yang jelas dalam data status<br />
kesehatan masyarakat asli Papua dengan populasi lain di Indonesia.<br />
Penelitian yang menganalisa kecenderungan demografis di Tanah Papua memprediksikan sebuah<br />
bencana bagi masyarakat Papua. Pada tahun 1971, penduduk asli berjumlah 96,09% dari total populasi<br />
yang ada di Tanah Papua. Pada tahun 2020, penduduk asli diperkirakan hanya akan berjumlah 28,99%<br />
dari total populasi di Tanah Papua; jumlah yang sangat kecil dan terus berkurang.<br />
Sumber:<br />
Leslie Butt. The social and political life of infants amongst the Baliem Valley Dani,Irian Jaya. Doctoral thesis. 1998<br />
Jim Elmslie. West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: “Slow Motion Genocide” or not?CPACS Working Paper<br />
No. 11/1. September 2010.<br />
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya