Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
2.7 Kekerasan terhadap Perempuan<br />
Rekomendasi LIPI dan Komnas HAM pada tahun 2008 dan 2012 menyatakan bahwa<br />
pemenuhan hak perempuan 1 adalah elemen yang penting untuk mengakhiri konflik di<br />
Papua. Kedua organisasi tersebut mengacu pada Pasal 28 UUD 1945, yang menjamin<br />
hak warga negara akan kebenaran, keadilan, dan kompensasi terhadap perempuan<br />
korban kekerasan. Hal itu sangat relevan dengan konteks di Papua, di mana kekerasan<br />
berbasis gender sangat sering terjadi dan tidak adanya perlindungan dari pemerintah<br />
memperburuk situasi. Pemerintah dianggap telah gagal dalam memenuhi tugasnya.<br />
Wacana perempuan dipenuhi dengan keluhan atas kegagalan pemerintah dalam<br />
memenuhi tugasnya. Dalam periode tahun 2012-2014, sudah lebih dari 1.700<br />
perempuan Papua diwawancara mengenai pengalaman mereka dalam hal kekerasan,<br />
diskriminasi, dan marjinalisasi. Berikut ini adalah kesimpulan wawancara tersebut.<br />
54<br />
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah<br />
hal yang biasa terjadi di Papua. Salah seorang<br />
perempuan yang diwawancara di Kampung<br />
Teluk Wondama Sobey mengatakan bahwa<br />
bagi perempuan Papua “mengalami kekerasan<br />
seperti halnya minum kopi - setiap hari”. Hasil<br />
wawancara menunjukkan bahwa perempuan<br />
yang mengajukan keluhan ke polisi jarang<br />
mendapat tanggapan. Hal ini dikarenakan aparat<br />
keamanan seringkali terlibat dalam kekerasan<br />
tersebut. Mereka juga mengesampingkan<br />
tuntutan perempuan asli Papua, sehingga<br />
membatasi usaha dalam mengakses sistem<br />
peradilan, dan akhirnya menciptakan budaya<br />
impunitas. KDRT merasuk di dalam setiap kelas<br />
sosial dan generasi. Antara tahun 2012-2013,<br />
kasus KDRT ditemukan di daerah kota (Biak,<br />
Jayapura, Manokwari, Merauke, Sorong, Timika,<br />
Wamena), pedalaman di dataran tinggi (Deiyai,<br />
Dogiyai, Intan Jaya, Nabire, Paniai, Tolikara,<br />
Yalimo), serta pedalaman di daerah pantai<br />
(Asmat, Digoel, Fakfak, Kaimana, Raja Ampat,<br />
Serui, Soepiori, Tambraw, Wondama Bay, dan<br />
Waropen).<br />
Melihat seberapa sering KDRT terjadi, kecenderungan<br />
korban untuk tidak melaporkannya,<br />
dan ketidakefektifan aparat dalam mengatasi<br />
kasus tersebut, sangatlah mungkin bahwa<br />
sebagian besar kasus yang terjadi di Papua tidak<br />
dilaporkan.<br />
Selain keengganan aparat keamanan dalam<br />
membantu korban KDRT, kehadiran polisi dan<br />
TNI juga merupakan ancaman terhadap kaum<br />
perempuan, di mana mereka seringkali menjadi<br />
subyek kekerasan fisik dan seksual dari oknumoknum<br />
tersebut. Mereka tidak mendapatkan<br />
perlindungan. Mereka malah mengalami rasa<br />
takut akan serangan dari polisi dan TNI. Hal ini<br />
diperburuk dengan banyaknya laporan aparat<br />
keamanan yang mabuk.<br />
Ada banyak sekali permasalahan yang memberi<br />
dampak kepada perempuan di Papua.<br />
Penderitaan mereka tidak terbatas pada dampak<br />
kekerasan. Banyak dari mereka ditelantarkan,<br />
terutama di daerah pedalaman di pegunungan,<br />
yang jauh dari akses masyarakat dan LSM.<br />
Poligami masih terjadi di Papua, dan dapat<br />
menjadi permasalahan psikologis yang serius<br />
bagi perempuan, serta mendorong situasi di<br />
mana penelantaran dan kekerasan lebih sering<br />
terjadi. Penyalahgunaan narkoba juga menjadi<br />
masalah bagi perempuan. Hal itu bisa jadi<br />
dipicu atau diperburuk dengan oleh kekerasan<br />
dan penelantaran. Selain itu, perempuan<br />
seringkali dibebani dengan tugas rumah tangga,<br />
diperlakukan seperti budak, dan didorong oleh<br />
ketakutan apabila kerja mereka tidak selesai.<br />
1 Selengkapnya, lihat teks Siaran Pers bersama Komnas HAM, Komnas Perempuan dan lembaga-lembaga masyarakat tentang penghentian<br />
kekerasan di Papua, Jakarta 2012; LIPI, Papua Road Moap, Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future, Jakarta: LIPI, 2008.<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015