Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
5.2 Papua dalam Politik Jakarta<br />
Pengalihan kekuasaan dari SBY ke Joko Widodo (Jokowi) menumbuhkan harapan<br />
baru untuk penyelesaian konflik tanpa kekerasan di Papua. Ini disebabkan karena<br />
warga Papua memberikan kepercayaan kepada Jokowi pada Pilpres 2014 (72% di<br />
Provinsi Papua dan 67% di Provinsi Papua Barat). Menurut tokoh terkemuka Papua,<br />
sebagian besar warga Papua yakin dengan rekam jejak Jokowi ketika memimpin Solo<br />
dan mengedepankan dialog sebagai cara untuk mengatasi sejumlah isu sosial. Pada<br />
kampanye presiden sebelumnya, Jokowi secara antusias menyambut dan merangkul<br />
massa di Jayapura. Mereka memegang tangannya dengan harapan bahwa jika Jokowi<br />
terpilih, ia akan mampu mengakhiri konflik berkepanjangan di Papua.<br />
104<br />
Jokowi telah menerima informasi dan masukan<br />
dari gereja, kelompok etnis dan LSM di Papua,<br />
termasuk JDP dan LIPI. Jokowi mendapatkan<br />
rekomen dasi untuk tidak memperpanjang<br />
masa kerja Unit Percepatan Pembangunan<br />
Papua dan Papua Barat (UP4B) –yang dibentuk<br />
oleh presiden sebelumnya dengan tujuan<br />
mengkoordinasikan pem bangunan di Papua–<br />
karena dianggap gagal dalam mengupayakan<br />
dialog de ngan masyarakat asli Papua. Selain itu,<br />
JDP dan LIPI memberikan rekomendasi untuk<br />
mengangkat utusan presiden untuk mena ngani<br />
permasalahan terkait konflik di Papua agar dapat<br />
memfasilitasi koordinasi antara masyarakat Papua<br />
dengan pemerintah pusat. Ketiga, Jokowi juga<br />
disarankan untuk membentuk kementerian baru<br />
untuk me ngatasi masalah di Papua. Keempat,<br />
ada permintaan untuk membangun istana<br />
negara di dekat Danau Sentani dan meresmikan<br />
pasar tradisional Mama-Mama di Jayapura<br />
sebagai simbol penghormatan pemerintah<br />
pusat terhadap rakyat Papua. Dari empat saran<br />
tersebut, saran pertama dan keempat sedang<br />
diupayakan.<br />
Setelah 100 hari masa kerja Jokowi dan Jusuf Kalla<br />
(Jokowi-JK), ada sejumlah perkembangan negatif<br />
yang terjadi di Papua. Pertama, rencana untuk<br />
mendirikan Komando Daerah Militer (Kodam) di<br />
Papua Barat yang diajukan oleh Menteri Dalam<br />
Negeri Tjahjo Kumolo, berdasarkan rekomendasi<br />
Badan Intelijen Nasional (BIN), merupakan<br />
rencana yang problematis. Kepala Staf Angkatan<br />
Darat Gatot Nurman tyo mengatakan bahwa hal<br />
ini akan menghabiskan anggaran militer 2016.<br />
Kedua, perencanaan penempatan transmigran<br />
di Provinsi Papua dan Papua Barat yang diajukan<br />
oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah<br />
Tertinggal dan Transmigrasi pada tanggal 30<br />
Oktober 2014 adalah upaya yang berbahaya.<br />
Beliau berpendapat bahwa orang di luar Papua<br />
tidak akan mau bertransmigrasi ke Papua secara<br />
sukarela karena konflik yang berkepanjangan,<br />
meskipun Pulau Papua kaya dan subur. Ia<br />
memastikan bahwa kementeriannya akan<br />
bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk<br />
menjamin keselamatan transmigran. Ketiga,<br />
penyelidikan terkait insiden penembakan<br />
Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 belum<br />
tuntas. Pembantaian tersebut menghilangkan<br />
empat nyawa siswa Sekolah Menengah Atas.<br />
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh<br />
Komnas HAM, insiden Paniai dipicu oleh aksi<br />
anggota Angkatan Darat Batalion [Yonif ] PFC<br />
753/AVT yang menganiaya seorang remaja<br />
pada perayaan Natal di Kampung Ipakiye, Paniai<br />
Timur. Sayangnya, hingga Februari 2015, Komisi<br />
Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP<br />
HAM) belum menyelidiki penembakan di Paniai.<br />
Meski demikian, pemerintahan Jokowi secara<br />
umum menerima resp ons positif. Presiden<br />
mengunjungi Jayapura dan Sorong pada<br />
tanggal 27-28 Desember 2014 untuk bertemu<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015