26.08.2016 Views

Daftar Isi

HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB

HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

122<br />

3. Perdagangan Senjata Ilegal<br />

Perdagangan senjata ilegal di Papua semakin<br />

marak. Senjata-senjata tersebut dibeli dari<br />

daerah di luar Papua, seperti Ternate atau<br />

Papua Nugini, atau dijual secara langsung oleh<br />

anggota kepolisian, militer dan masyarakat. Pada<br />

tahun 2013 pasukan gabungan polisi dan militer<br />

menjalankan operasi penyisiran di Yongsu,<br />

karena dua orang dari Ternate, mengajarkan<br />

warga setempat untuk merakit senjata api.<br />

Tidak dapat dipungkiri terjadi penembakan di<br />

beberapa daerah di Papua sepanjang tahun 2014,<br />

yang mengakibatkan korban tewas dari pihak<br />

sipil dan pasukan keamanan Perkembangan ini<br />

dimanfaatkan oleh Polda Papua dan pemimpin<br />

KODAM Cenderawasih sebagai alasan untuk<br />

mengerahkan pasukan dan operasi penyisiran<br />

di mana personil pengamanan menghancurkan<br />

harta benda milik rakyat dan melakukan<br />

penyiksaan, yang menyebabkan warga setempat<br />

kehilangan tempat tinggal.<br />

Selama operasi, pasukan keamanan menangkap<br />

dan seringkali menyiksa warga, sehingga<br />

melanggar kitab Undang-undang Hukum Acara<br />

Pidana. Insiden tersebut terjadi di Kabupaten<br />

Puncak Jaya, Lani Jaya dan Yapen, di desa Yongsu<br />

dan Berap. Selama operasi, pasukan keamanan<br />

hanya menangkap dan menyidik orang-orang<br />

yang membantu menyembunyikan atau<br />

membawa senjata dan amunisi, tetapi tidak<br />

berupaya untuk menyelidiki aktor utama dan<br />

otak dibalik perdagangan senjata tersebut.<br />

Dalam kasus di mana polisi melakukan tuntutan<br />

pidana, proses hukum yang dilaksanakan tidak<br />

transparan, sehingga menunjukkan upaya untuk<br />

menutupi keterlibatan lembaga pemerintah.<br />

Seringnya, pasukan keamanan gagal menangkap<br />

pelaku penembakan, sehingga meninggalkan<br />

kesan bahwa mereka dengan sengaja<br />

menghentikan proses hukum tersebut.<br />

Sistematika dalam Acara Pidana<br />

Permasalahan yang disebutkan di atas menciptakan<br />

nuansa tersendiri bagi penanganan<br />

kasus-kasus di Papua: stigma negatif di antara<br />

elemen-elemen aparat penegak hukum, khusus<br />

nya petugas polisi, jaksa dan hakim. Ini telah<br />

mempengaruhi objektivitas orang-orang yang<br />

terlibat dalam prosedur penegakan hukum,<br />

seperti penangkapan, penyidikan, penuntutan<br />

hukum dan sidang di pengadilan. Selama<br />

penangkapan, polisi masih melakukan tindakan<br />

semena-mena dan kekerasan terhadap setiap<br />

orang yang diduga terlibat atau tinggal di<br />

wilayah yang menjadi target operasi. Hal ini<br />

jelas melanggar asas praduga tak bersalah<br />

dan seringkali berujung pada penyiksaan dan<br />

penganiayaan terhadap orang-orang yang<br />

sama sekali tidak terlibat dalam tindak pidana.<br />

Seringkali, petugas polisi juga melanggar<br />

prosedur acara pidana saat penangkapan.<br />

Ada beberapa kasus di mana tahanan tidak<br />

memperoleh bantuan hukum dari pengacara<br />

pada tahap awal penyidikan, karena situasi<br />

setempat, seperti tidak ada pengacara yang<br />

bertugas di wilayah terkait, atau karena<br />

akses sengaja ditolak oleh petugas polisi. Ini<br />

mengindikasikan bahwa petugas polisi menyiksa<br />

tersangka atau melanggar hukum acara pidana.<br />

Selain itu, pelanggaran acara pidana telah<br />

dilapor kan selama proses penyidikan, di<br />

mana penyidik menginterogasi tersangka<br />

tanpa pendampingan pengacara. Penyidik<br />

juga seringkali menunjuk pengacara yang<br />

mereka kenal, setelah interogasi dilakukan, dan<br />

memintanya untuk menandatangani laporan<br />

penyidikan polisi, hanya sebagai formalitas.<br />

Penyidik seringkali menuntut tersangka<br />

dengan pasal berlapis, biasanya menambahkan<br />

pasal partisipasi dalam tindak pidana untuk<br />

mengaitkan tersangka dengan tindak pidana<br />

tersebut, sehingga menimbulkan kesan bahwa<br />

penyidik tidak yakin tindak pidana apa yang<br />

dilakukan oleh tersangka. Terlebih lagi, ini sering<br />

terjadi ketika penyidik berupaya membuat<br />

tindak pidana yang melibatkan beberapa orang<br />

menjadi kasus yang terpisah dengan tujuan<br />

memanfaatkan mereka sebagai saksi utama<br />

untuk satu sama lain. Ini bertentangan dengan<br />

doktrin hukum, yang menyatakan bahwa<br />

penggunaan saksi utama melanggar prinsip-<br />

Hak Asasi Manusia di Papua 2015

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!