Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
1. Pembukaan<br />
4<br />
1. 1 Ringkasan Umum<br />
Situasi hak asasi manusia (HAM) di Papua pada<br />
tahun 2013 dan 2014 menunjukkan adanya<br />
kemunduran dibandingkan dengan laporan<br />
yang diterbitkan oleh ICP pada tahun-tahun<br />
sebelumnya. Papua, yang terletak di perbatasan<br />
kawasan Asia dan Pasifik, terdiri dari dua provinsi<br />
yaitu Papua dan Papua Barat. Wilayah ini terus<br />
dilanda kasus pelanggaran HAM serta konflik<br />
yang berkepanjangan. Kondisi kehidupan penduduk<br />
asli Papua juga sangat berbeda bila<br />
dibandingkan dengan kondisi kehidupan para<br />
pendatang yang berasal dari wilayah lain di<br />
Indonesia.<br />
Jumlah penangkapan pengunjuk rasa meningkat<br />
menjadi ratusan tiap tahun, dengan puncaknya<br />
di bulan Mei tahun 2014, di mana terjadi 470<br />
penangkapan hanya dalam waktu satu bulan.<br />
Selain itu, jumlah ancaman, intimidasi, dan<br />
aksi yang menghambat kerja wartawan lokal<br />
meningkat hampir dua kali lipat, dibandingkan<br />
dengan tahun sebelumnya. Selain itu, aksi<br />
demonstrasi juga menurun sebagai akibat<br />
kebijakan dan aksi represif aparat penegak<br />
hukum terhadap gerakan sosial masyarakat.<br />
Indonesia juga belum memberi ijin Pelapor<br />
Khusus PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan<br />
Berkespresi untuk mengunjungi Papua. Hal ini<br />
berlawanan dengan sikap positif yang pernah<br />
diumumkan Indonesia sebelumnya. Pada<br />
bulan Agustus 2014, dua wartawan asal Prancis<br />
ditangkap dan ditahan selama dua setengah<br />
bulan karena dianggap melanggar Undangundang<br />
Imigrasi.<br />
Laporan ICP ini mencantumkan rincian kasuskasus<br />
yang terjadi selama periode April 2013<br />
- Desember 2014, seperti yang dilaporkan<br />
oleh LSM HAM di Papua, nasional, maupun<br />
internasional, serta lembaga gereja-gereja di<br />
Papua dan Jakarta. Dalam periode ini, tercatat<br />
adanya 47 unjuk rasa. Hanya lima yang tidak<br />
berakhir dengan penangkapan. Penyiksaan<br />
dan penganiayaan sering kali terjadi pada saat<br />
unjuk rasa. Laporan ini mengungkap secara<br />
terperinci 18 kasus penyiksaan. Laporan ini<br />
juga mencatat adanya 22 warga sipil asli Papua,<br />
yang terbunuh oleh aparat keamanan selama<br />
periode laporan ini. Pada tanggal 8 Desember<br />
2014, aparat keamanan melepaskan tembakan<br />
ke arah sekelompok masyarakat adat Papua<br />
yang berunjuk rasa menentang aksi kekerasan<br />
aparat kemanan. Setidaknya empat siswa tewas<br />
ditembak, dan 17 lainnya luka-luka. Pelaku<br />
penembakan sampai saat ini belum diadili.<br />
Gereja-gereja di Papua dan organisasi-organisasi<br />
HAM mencatat adanya kenaikan jumlah<br />
kekerasan horizontal antara masyarakat asli<br />
Papua dan pendatang. Polisi juga seringkali<br />
membiarkan atau mendukung kekerasan<br />
terhadap masyarakat Papua disertai dengan<br />
praktik penegakan hukum yang tidak adil.<br />
Kasus yang terjadi pada Pasar Yotefa, Abepura,<br />
pada tanggal 2 Juli 2014 menunjukkan bahwa<br />
polisi bekerja sama dengan sekelompok kaum<br />
transmigran dalam menyiksa seorang anggota<br />
masyarakat adat Papua.<br />
Jumlah penduduk asli Papua di Provinsi Papua<br />
dan Papua Barat menurun tajam, menjadi sekitar<br />
42% pada tahun 2015. Penurunan tersebut<br />
terjadi karena besarnya jumlah transmigran<br />
dari daerah lain yang masuk ke Papua dan<br />
rendahnya pertumbuhan penduduk asli Papua.<br />
Situasi ini dan penyebabnya akan dijelaskan<br />
lebih lanjut di bagian penduduk dan kesehatan.<br />
Para pengamat mencatat adanya penurununan<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015