Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Contoh Kasus:<br />
Seorang perempuan ditembak dua<br />
kali setelah meminta aparat untuk<br />
menghentikan penembakan<br />
Pada tanggal 8 Desember 2014, Mama Marci<br />
Yogi mengangkat tangannya untuk meminta<br />
agar aparat keamanan menghentikan tembakan<br />
yang dalam bentrokan yang membunuh empat<br />
orang di Karel Gobai. Dua peluru menerjangnya.<br />
Peluru yang pertama mengenai noken (tas<br />
tradisional) yang dibawanya. Untungnya, peluru<br />
itu hanya meninggalkan punggung Mama<br />
Marci, karena alkitab yang ada di dalam noken<br />
menyerap dampak peluru tersebut. Peluru yang<br />
kedua mengenai tangan kiri Mama Darci. Mama<br />
Yulita Edowai tertembak di kaki saat sedang<br />
berusaha melarikan diri dari lokasi kejadian.<br />
Oktoviana Gobai, pelajar kelas 5 SD, tertembak<br />
di kaki saat sedang pulang dari sekolah. Di saat<br />
yang bersamaan, Mama Agusta Degei sedang<br />
bekerja di ladang antara lapangan Karel Gobai<br />
dan landasan terbang. Mama Agusta mengalami<br />
trauma karena menyaksikan penembakan dari<br />
dekat.<br />
Perempuan korban penembakan di<br />
Paniai<br />
Kasus penembakan di Paniai pada bulan<br />
Desember 2014, yang dijelaskan di bagian 2.4,<br />
juga memakan korban perempuan. Beberapa<br />
pedagang di pasar dan pekerja di ladang adalah<br />
perempuan. Mereka berasal bukan hanya dari<br />
daerah setempat, tapi juga dari Paniai Barat,<br />
Yatamo, Kebo, Bibida, dan Paniai Timur. Banyak<br />
dari mereka sedang bersama dengan anaknya<br />
saat kejadian. Mereka berlarian meninggalkan<br />
lokasi kejadian, menyembunyikan anak mereka,<br />
dan menunggu sampai penembakan itu selesai.<br />
Para perempuan tersebut dan terutama keluarga<br />
korban, mengalami trauma akibat penambakan<br />
tersbeu tersebut. Mereka lalu berduka dalam<br />
ritual yang dinamakan ‘menangis mandi pecek’.<br />
Gambar 2.7-1: Kiri: Mama Marci Yogi menunjukkan tangannya yang<br />
dibalut setelah ditembak oleh aparat keamanan. Kanan: Luka tembak<br />
di bagian punggung tangannya.<br />
Kekerasan dalam Rumah Tangga<br />
berdasarkan UU di Indonesia<br />
KDRT telah dianggap sebagai sebuah kejahatan<br />
sejak tahun 2004, berdasarkan UU No. 23/2004<br />
ten tang Penghapusan Kekerasan dalam<br />
Rumah Tangga. UU tersebut menyatakan bahwa<br />
kekerasan terhadap perempuan adalah<br />
pelanggaran HAM dan merupakan “kejahatan<br />
terhadap martabat kemanusiaan”. KDRT didefinisikan<br />
“adalah setiap perbuatan terhadap<br />
seseorang terutama perempuan, yang berakibat<br />
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan<br />
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelan<br />
taran rumah tangga termasuk ancaman<br />
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau<br />
perampasan kemerdekaan secara melawan<br />
hukum dalam lingkup rumah tangga”. Dalam<br />
UU tersebut, pelaku diancam hukuman penjara<br />
maksimum 20 tahun. Akan tetapi, UU tahun<br />
2004 tersebut belum diterapkan secara optimal<br />
di Papua. Proses peradilan masih menggunakan<br />
sistem yang ada sebelumnya, dan akses perempuan<br />
ke crisis centre masih sangat terbatas.<br />
Selain itu, UU tersebut juga bergantung pada<br />
partisipasi polisi dalam pelaksanaannya, karena<br />
semua investigasi dilaksanakan oleh polisi dan<br />
perawatan kesehatan bergantung pada surat<br />
rujukan yang didapat dari polisi. Saat polisi<br />
menolak membantu korban, akses korban untuk<br />
mendapatkan keadilan menjadi tidak mungkin.<br />
55<br />
Hak Sipil dan Politik