Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
62<br />
Pelayanan Kesehatan<br />
Indonesia menerapkan Program Jaminan Kesehatan<br />
(BPJS) dalam menjamin akses untuk<br />
mendapatkan pelayanan kesehatan. Di Papua,<br />
hal ini seharusnya sudah diberikan secara cumacuma<br />
karena menjadi bagian dari program dan<br />
pendanaan OTSUS. Permasalahan sebenarnya<br />
yang terjadi di Papua adalah buruknya pengelolaan,<br />
penyalahgunaan dana, dan kurangnya<br />
akuntabilitas dalam sektor pelayanan<br />
kesehatan. Buruknya tingkat kehadiran tenaga<br />
kesehatan dapat diartikan bahwa sebagian<br />
besar pos kesehatan di daerah (kecamatan)<br />
tidak memiliki tenaga kesehatan. Berdasarkan<br />
data pemerintah, pos-pos kesehatan tersebut<br />
tercatat memiliki tenaga kesehatan. Akan<br />
tetapi tenaga kesehatan (baik dokter, perawat,<br />
maupun bidan) berada di daerah perkotaan, di<br />
mana mereka tetap menerima gaji dan semua<br />
tunjangan. Pimpinan yang tegas dalam struktur<br />
kesehatan jarang sekali ditemukan. Hal ini bukan<br />
menjadi permasalahan pemerintah daerah<br />
saja. Pemerintah pusat membiarkan hal ini<br />
terjadi tanpa adanya pengawasan, pengecekan<br />
akuntabilitas, maupun keterlibatan langsung<br />
dalam pelayanan atau pengelolaan. Dan ketika<br />
ada tindakan dari pemerintah pusat, seperti<br />
dalam program ‘Selamatkan Papua’, campur<br />
tangan yang ada hanya berupa alokasi dana<br />
‘darurat’, tanpa adanya keterlibatan langsung<br />
dalam implementasi program.<br />
Organisasi gereja membantu melengkapi<br />
kesenjangan pelayanan kesehatan di pedalaman<br />
wilayah dataran tinggi. Mereka menyediakan<br />
pelatihan bagi tenaga kesehatan, yang acap<br />
kali adalah sukarelawan, dalam memberikan<br />
pencegahan dan perawatan dasar melalui<br />
jaringan gereja yang tersebar di dataran tinggi.<br />
Mereka mengunjungi desa-desa tersebut<br />
beberapa kali dalam setahun, untuk memberikan<br />
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lainlain.<br />
Ada banyak klinik yang diselenggarakan<br />
oleh gereja yang menyediakan pelayanan dan<br />
perawatan HIV/AIDS. Akan tetapi, kemampuan<br />
finansial, kapasitas pegawai, cakupan, dan<br />
koordinasi antar-organisasi di klinik-klinik<br />
tersebut masih sangat terbatas.<br />
LSM internasional seperti Clinton Foundation,<br />
donor bilateral seperti USAID dan AUSAID,<br />
serta badan multilateral seperti UNICEF dan<br />
Global Fund to Fight against Aids, Tubercolosis<br />
and Malaria memberikan dukungan<br />
kepada Pemerintah Indonesia untuk memperkuat<br />
pelayanan kesehatan, terlebih lagi<br />
dalam memperkuat kapasitas teknis untuk<br />
menyediakan pencegahan dan perawatan HIV.<br />
Akan tetapi, upaya tersebut belum mampu<br />
menghasilkan sistem kesehatan dasar yang<br />
melibatkan masyarakat, pegawai, pengobatan,<br />
dan pendanaan. Program-program tersebut<br />
tidak mencari penyelesaian dari penyebab<br />
buruknya kesehatan dan ketimpangan yang<br />
menimpa masyarakat asli Papua; karena hal itu<br />
seringkali tidak dicantumkan dalam Memoranda<br />
of Understanding (MoU) antara Pemerintah<br />
Indonesia dengan pemerintah dan organisasi<br />
asing.<br />
Berikut ini adalah contoh anekdot yang menunjukkan<br />
buruknya pelayanan kesehatan: di distrik<br />
Oklip, Pegunungan Bintang, tidak ada dokter<br />
atau perawat sama sekali, hanya seorang mantri<br />
(perawat sukarela) yang bekerja pada pos<br />
kesehatan setempat. Pada Rumah Sakit Daerah<br />
di Yowari Sentani, Jayapura, pasien-pasien<br />
yang menderita penyakit parah harus pulang<br />
ke rumah karena bangsal rawat inap tidak<br />
memiliki fasilitas yang memadai. Pemerintah<br />
menyerahkan shelter pasien AIDS di Jayawijaya<br />
kepada Gereja Katolik karena shelter tersebut<br />
tidak terawat. 11<br />
Seorang gadis berusia 19 tahun dari Hepuba,<br />
Jayawijaya, meninggal pada bulan Juli 2014 di<br />
Rumah Sakit Provinsi Dok II, Jayapura, setelah<br />
dokter mengambil tumor besar dari perutnya.<br />
11 Situasi Pendikan dan Kesehatan Papua 2014. Catatan SKPKC<br />
Fransiskan Papua<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015