Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
16<br />
Gambar 2.1a-3: Alfares Kapisa, salah satu dari dua pelajar yang ditangkap<br />
dan disiksa setelah unjuk rasa tanggal 2 April 2014 yang menuntut<br />
pembebasan tahanan politik.Sumber: Elsham Papua.<br />
Gambar 2.1a-4: Yali Wenda, salah satu dari dua pelajar yang ditangkap<br />
dan disiksa setelah unjuk rasa tanggal 2 April 2014 yang menuntut<br />
pembebasan tahanan politik.<br />
mendapatkan penyiksaan dan perlakuan tidak<br />
menyenangkan, baik ketika berada dalam truk<br />
polisi maupun saat sampai di kantor polisi. Polisi<br />
juga menghalangi akses pengacara HAM yang<br />
telah tiga kali mencoba untuk menghubungi<br />
mereka. Kepala Kepolisian Jayapura, Alfred<br />
Papare, secara pribadi memberikan instruksi<br />
tersebut. Kedua mahasiswa tersebut dipaksa<br />
untuk menandatangani laporan yang menyatakan<br />
bahwa mereka tidak dipukul selama<br />
proses investigasi. Pada tanggal 3 April,<br />
keduanya dibebaskan dan mendapat perawatan<br />
medis di Rumah Sakit Dian Harapan di Waena,<br />
Jayapura. Namun, pihak kepolisian melarang<br />
dokter untuk memberikan rekam medis kedua<br />
mahasiswa tersebut ke pihak pasien, keluarga,<br />
dan pengacara. Sejak dibebaskan, Yali Wenda<br />
mengatakan bahwa dia masih terus diintimidasi<br />
oleh anggota intelijen kepolisian.<br />
Kasus boikot Pemilihan Presiden di<br />
Wamena, Juli 2014<br />
Pada tanggal 12 Juli 2014, selepas Pemilihan<br />
Presiden pada tanggal 9 Juli 2014, 18 orang<br />
ditangkap di Wamena karena keterlibatan<br />
mereka dalam menyebarkan selebaran untuk<br />
memboikot Pilpres. Menurut Aliansi Demokrasi<br />
untuk Papua (ALDP), pada tanggal 12 Juli,<br />
aparat gabungan polisi dan militer menggelar<br />
operasi di desa Wara, Distrik Pisugi, Jayawijaya.<br />
Mereka menangkap 18 orang, yang kemudian<br />
diikat dan diseret di dalam selokan. Leher<br />
dan tangan mereka diikat dengan tali plastik.<br />
Menurut laporan mereka dipukuli dengan popor<br />
senapan, sehingga satu orang pingsan dan satu<br />
lainnya kehilangan pendengaran di satu telinga.<br />
Sejumlah penduduk desa juga diancam akan<br />
ditusuk dengan bayonet. Istri dari salah seorang<br />
yang ditangkap juga dipukuli, lalu kehilangan<br />
pendengaran di satu telinga. Saat sampai di<br />
kantor Polsek Jayawijaya untuk proses interogasi,<br />
aparat masih saja menyiksa mereka. Saat<br />
diinterogasi, mereka ditendang, dipukul, dan<br />
disetrum. Polisi juga dilaporkan menggunakan<br />
palu untuk memukul tulang belakang, kepala,<br />
dan jari kaki mereka. Beberapa dari mereka yang<br />
kemudian dilepaskan mengalami cedera patah<br />
tulang karena tindakan pemukulan tersebut.<br />
Paniai Berdarah, Desember 2014<br />
Pada tanggal 8 Desember 2014, empat penduduk<br />
asli Papua ditembak mati oleh aparat<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015