Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
124<br />
meninjau kasus, meskipun fakta di persidangan<br />
jelas mengindikasikan adanya pelanggaran<br />
prosedural. Contoh pelanggaran ini terjadi<br />
pada praperadilan Kepala Polisi Sektor Sarmi<br />
pada Maret 2013. Pengacara menemukan<br />
pelanggaran prosedural saat penangkapan,<br />
penggeledahan dan penyitaan barang pribadi<br />
Edison Werimon dan Soleman Fanataba, yang<br />
ditangkap pada tanggal 13 Desember 2013<br />
dan 17 Desember 2013. Pengacara mengajukan<br />
gugatan praperadilan pada Maret 2013 dan<br />
menyerahkan bukti ke Kejaksaan Negeri<br />
Jayapura. Pada tahap ini, aparat kepolisian<br />
melakukan intervensi terhadap proses yang<br />
terjadi di Kejaksaan Negeri Jayapura dan<br />
Pengadilan Negeri Jayapura dengan meminta<br />
kejaksaan negeri untuk mempercepat proses<br />
pengajuan sidang ke pengadilan dengan tujuan<br />
mencegah sidang pra-peradilan. Percepatan<br />
proses ini berdampak pada sidang pengadilan<br />
tersebut. Tuntutan hukum terhadap terdakwa<br />
tidak akurat dan tidak menjelaskan alasan Edison<br />
Werimon dan Soleman Fonataba melakukan<br />
tindakan makar. Selain itu, jaksa penuntut umum<br />
tidak dapat menghadirkan saksi atau bukti<br />
makar di pengadilan. Agenda sidang dengan<br />
tuntutan jaksa, yang rencananya dibacakan<br />
pada tanggal 12 Juli 2014, ditunda hingga<br />
Februari 2015 dengan alasan bahwa Kejaksaan<br />
Tinggi belum menyiapkan tuntutan untuk<br />
sidang kasus tersebut. Majelis hakim tidak dapat<br />
mengambil sikap tegas terhadap penundaan<br />
tersebut sehingga kasus kedua tersangka<br />
menjadi terlantar. Perilaku jaksa penuntut umum<br />
dan hakim selama persidangan bertentangan<br />
dengan prinsip dasar hukum yang sederhana,<br />
cepat dan berbiaya rendah, seperti yang<br />
ditetapkan dalam penjelasan pasal 50 Kitab<br />
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).<br />
Di sisi lain, impunitas di Papua semakin<br />
meningkat. Tindakan kekerasan yang dilakukan<br />
oleh pasukan keamanan diabaikan tanpa ada<br />
tindakan hukum yang diambil terhadap pelaku.<br />
Pemerintah setempat tetap mengabaikan<br />
dengan pengekangan kebebasan berpendapat<br />
dan perdagangan senjata api dengan konsekuensi<br />
yang serius untuk pendekatan keamanan,<br />
yang menghasilkan operasi militer disertai<br />
dengan pelanggaran HAM di Papua, sementara<br />
polisi dan militer melindungi pelaku pelanggaran<br />
HAM. Komnas HAM, yang diharapkan dapat<br />
melaksanakan penyelidikan terhadap kasuskasus<br />
pelanggaran HAM, ibarat macan ompong.<br />
Hal ini tampak jelas dalam kasus-kasus yang<br />
terjadi di Aimas dan Paniai, dimana diskriminasi<br />
hukum dan intervensi politik yang kuat sering<br />
terjadi.<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015