Daftar Isi
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
HAM%20DI%20PAPUA%202015_EPUB
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
2.1a Tahanan & Narapidana Politik<br />
Dalam periode laporan ini, 1 kerja bersama kelompok masyarakat sipil Orang<br />
Papua di Balik Jeruji (Papuans Behind Bars) berhasil mendokumentasikan 881<br />
kasus penangkapan politik di Papua. Tahun 2013 merupakan tahun yang buruk<br />
karena tingginya angka penangkapan politik, yang sebagian besar merupakan<br />
penangkapan masal. Penangkapan masal merupakan tanggapan standar<br />
kepolisian terhadap aksi damai yang terkoordinir. Jarang ada kasus di mana ada<br />
kesepakatan antara polisi dan pengunjuk rasa supaya aksi damai masih bisa<br />
dilakukan. Sayangnya, kasus semacam ini merupakan pengecualian, bukannya<br />
yang menjadi aturan.<br />
12<br />
Orang Papua di Balik Jeruji mencatat adanya 370 kasus pelecehan dan/atau<br />
penyiksaan pada saat proses penangkapan maupun saat penahanan yang terjadi<br />
dalam periode laporan ini. Kecenderungan ini mengkhawatirkan, karena adanya<br />
peningkatan, dari 12 kasus penyiksaan pada tahun 2013 (April s/d Desember)<br />
menjadi 76 kasus penyiksaan pada tahun 2014. Selama tahun 2014, tercatat ada<br />
lima kasus perlakuan kejam dan merendahkan martabat yang dialami oleh para<br />
tahanan politik. Selama periode tersebut, tahanan politik sering disetrum dengan<br />
senjata kejut listrik, dipukul dengan palu, ditusuk dengan bayonet, disundut<br />
dengan rokok, alat kelamin dipukul, diikat bersama-sama, dan dipaksa untuk<br />
merangkak.<br />
Banyak terjadi pelanggaran atas hak untuk<br />
mendapatkan pengadilan yang adil, seperti<br />
pembatasan akses ke pengacara. Dalam periode<br />
laporan ini, Orang Papua di Balik Jeruji mencatat<br />
adanya 66 kasus politik yang terkait dengan<br />
pembatasan akses ke pengacara. Laporan ini juga<br />
mendokumentasikan 25 kasus penangkapan<br />
tanpa surat perintah, serta 16 kasus pengakuan<br />
paksa. Perlu diingat bahwa angka tersebut<br />
hanyalah sebagian dari jumlah yang sebenarnya<br />
terjado, karena data yang didapat hanya berasal<br />
dari tahanan yang mendapatkan pendampingan<br />
hukum.<br />
Penggunaan pasal tindakan makar, yang sudah<br />
kadaluwarsa, terus meningkat, meski LSM lokal<br />
dan nasional telah berjuang untuk menganulir<br />
pasal tersebut. Lembaga-lembaga HAM Internasional<br />
dan beberapa negara anggota PBB<br />
yang terlibat dalam Universal Periodic Review<br />
juga sudah mendorong hal yang sama. Jumlah<br />
pelanggaran Pasal 106 KUHP ini meningkat dari<br />
22 kasus pada tahun 2012 menjadi 25 kasus<br />
pada tahun 2013 dan 31 kasus pada tahun 2014.<br />
Tuduhan makar diberikan kepada masyarakat<br />
asli Papua dalam bentuk berbagai bentuk<br />
“pelanggaran”, misalnya kepemilikan dokumen<br />
terkait Melanesian Spearhead Group (MSG),<br />
kepemilikan atau pengibaran bendera Bintang<br />
Kejora, berkumpul pada tanggal 1 Mei untuk<br />
memperingati aneksasi Papua, perayaan Kongres<br />
Papua Ketiga, perayaan berdirinya Komite<br />
Nasional Papua Barat (KNPB), menyebarkan<br />
selebaran boikot Pilkada, dan afiliasi atau<br />
penyediaan materi yang mendukung Tentara<br />
Nasional Papua Barat (TNPB).<br />
Polisi di Papua terus menggunakan Undangundang<br />
Darurat No. 12 tahun 1951 untuk<br />
mengambil tindakan hukum terhadap sejumlah<br />
tuduhan pelanggaran, dari kepemilikan senjata<br />
tajam sampai kepemilikan amunisi atau bahan<br />
peledak. Menurut catatan Orang Papua di Balik<br />
1 1 April 2013 s/d 31 Desember 2014<br />
Hak Asasi Manusia di Papua 2015