hiver - Historical Revisionism by Vrij Historisch Onderzoek
hiver - Historical Revisionism by Vrij Historisch Onderzoek
hiver - Historical Revisionism by Vrij Historisch Onderzoek
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
——————————————————————> Conseils de révisions / <strong>hiver</strong> winter 2007<br />
Di bagian lain gedung konperensi, digelar pameran holocaust. Dipampangkan foto dan buku<br />
pada dinding-dinding yang meragukan holocaust. Tapi ada juga buku-buku yang justru membuktikan<br />
terjadinya holocaust. Para mahasiswa penyelenggara pameran belum pernah ke kamp pemusnahan<br />
Auschwitz, Jerman atau Eropa. Tapi tidak menghalangi mereka untuk melakukan penelitian mengenai<br />
holocaust. "Kami telah membaca ratusan buku," ujar Hossein Maddani, 28 tahun.<br />
Para mahasiswa tidak heran bahwa justru Iranlah yang menyelenggarakan pertemuan ini. Iran<br />
ingin adanya perhatian bagi Palestina. Di wilayah itu pun terjadi holocaust, ujar para mahasiswa. Iran<br />
tidak mengakui Israel. "Kini ternyata Israel itu dibangun di atas kebohongan," tandas salah satu<br />
mahasiswa. Tapi mereka belum ingin menarik kesimpulan definitif: "Kami masih harus melakukan<br />
lebih banyak penelitian lagi."<br />
Di samping itu, Iran sudah merupakan negara kuat, artinya politik luar negerinya juga harus<br />
aktif. "Lihat saja Amerika Serikat. Di mana-mana negeri ini berusaha menyebarkan pengaruhnya,"<br />
tutur Maddani. Di Libanon dan negara-negara Arab lain, Amerika mendukung pemerintaha pro Barat.<br />
"Semasa rezim mantan presiden pro reformasi Khatami, kami berupaya bergabung dengan negaranegara<br />
Barat. Tapi gagal," tandas seorang mahasiswa. "Secara politik kami kini bersikap menyerang.<br />
Mungkin itulah pertahanan terbaik dalam perang budaya ini."<br />
Warta Berita 12 desember 2006<br />
http://www.mail-archive.com/berita@listserv.rnw.nl/msg01213.html<br />
DUA HARI TERSEBUT<br />
Iran Buka Konferensi Holocaust<br />
TEHERAN (BP) – Iran, tampaknya, akan kembali berseteru dengan bangsa-bangsa Barat. Di<br />
tengah kecaman Amerika Serikat (AS), Israel dan negara-negara Eropa, Negeri Para Mullah itu<br />
membuka konferensi internasional tentang holocaust, Study of the Holocaust: A Global<br />
Perspective, kemarin. Kebenaran holocaust, pembantaian sistematis Nazi dalam Perang Dunia II,<br />
akan dibahas dalam konferensi dua hari tersebut.<br />
Menurut Menlu Iran Manouchehr Mottaki, tujuan utama konferensi itu adalah memberikan<br />
kesempatan kepada para sejarawan untuk melontarkan pandangan mereka tentang holocaust.<br />
Selama ini, holocaust dianggap sebagai suatu kebenaran yang mutlak di negara-negara Eropa. Di<br />
beberapa negara Eropa, terutama Jerman, Austria dan Prancis, membicarakan holocaust dianggap<br />
sebagai hal yang tabu. Bahkan, mereka yang menyangkal kebenaran holocaust bisa diganjar<br />
hukuman penjara.<br />
”Ini merupakan forum ilmiah bagi para sejarawan untuk mengemukakan jawaban mereka<br />
atas pertanyaan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengenai holocaust. Tujuan utamanya<br />
bukanlah untuk menyangkal atau membuktikan kebeneran holocaust, tapi lebih pada kesempatan<br />
bagi sejarawan Eropa untuk memaparkan pandangan mereka mengenai fenomena sejarah<br />
tersebut,” tegas Mottaki dalam pidato pembukaannya, kemarin. Pernyataan yang sama dipaparkan<br />
ketua penyelenggara Rasoul Mousavi dalam sambutannya.<br />
Dalam pidatonya, Mottaki juga menyayangkan kecaman yang dilayangkan sejumlah negara<br />
atas diselenggarakannya konferensi tersebut. Menurutnya, konferensi itu tidak perlu dipedebatkan.<br />
”Tujuan diselenggarakannya konferensi ini adalah untuk menampung berbagai opini mengenai<br />
holocaust. Jika hasil konferensi ini adalah keraguan terhadap versi resmi holocaust, maka identitas<br />
dan terbentuknya Israel juga patut dipertanyakan. Namun, jika dalam konferensi ini kebenaran<br />
holocaust terbukti, mengapa rakyat Palestina yang harus membayar kekejaman Nazi,” urainya.<br />
Konferensi yang diselenggarakan oleh Institute for Political and International Studies (IPIS)<br />
Departemen Luar Negeri Iran tersebut dihadiri oleh 67 sejarawan dan cendekia dari 30 negara.<br />
Diantaranya adalah profesor Robert Fauris son dari Prancis, David Duke dari AS dan Fredrick<br />
Toeben, cendekia Australia kelahiran Jerman. Topik yang akan dibahas dalam konferensi tersebut<br />
diantaranya, ”Holocaust: Aftermath and Exploitation” (Holocaust: Dampak dan Eksploitasi) serta<br />
”Demography: Denial or Confirmation” (Demografi: Penyangkalan atau Konfirmasi).<br />
Toeben yang menganggap kamar gas Nazi sebagai ”kebohongan besar” sangat mendukung<br />
konferensi holocaust yang digagas Ahmadinejad tersebut. ”Dia (Ahmadinejad) bisa melihat dengan<br />
cermat, nilai penting holocaust bagi seluruh dunia. Terutama, mereka yang selama ini selalu<br />
menganggap holocaust sebagai dogma dan kebenaran yang tak terbantahkan,” paparnya. Dalam<br />
konferensi tersebut, Toeben akan membahas makalah berjudul ”Holocaust: Sebuah Senjata<br />
— 57 —