download
download
download
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur yang ada. Menurut<br />
Parsudi Suparlan dalam seminar Menuju Indonesi Baru: Dari Masyarakat<br />
Majemuk ke Masyarakat Multikultural di Yogyakarta pada Agustus 2001<br />
(Kompas, 3 September 2001), fokus multikulturalisme adalah pada<br />
pemahaman dan hidup dengan perbedaan sosial dan budaya, baik<br />
secara individual maupun secara kelompok dan masyarakat. Individu<br />
dalam hal ini dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya di<br />
mana mereka menjadi bagian darinya.<br />
Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan<br />
dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah<br />
terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang<br />
didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau<br />
Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut<br />
oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.<br />
Manajemen multikultural, memang telah menjadi budaya<br />
perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan<br />
manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik<br />
tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu<br />
masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik,<br />
berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan<br />
dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin terkandung<br />
prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras, budaya<br />
atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin terjadi<br />
gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural, yang<br />
terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas berkonsentrasi<br />
pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat swasembada<br />
(self-sufficient). Meskipun demikian, interaksi dengan komunitas luar tak<br />
bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa prasangka bisa<br />
terjadi persaingan yang tidak sehat.<br />
Dalam masyarakat multikultural yang masih mengandung prasangka,<br />
bisa pula terjadi diskriminasi, misalnya dalam manajemen<br />
perusahaan. Beberapa waktu yang lalu, bahkan hingga sekarang, birokrasi<br />
sipil apalagi militer Indonesia masih sulit menerima orang-orang dari<br />
kelompok etnis Cina. Pada masa itu mungkin prasangka itu bersumber<br />
dari persaingan ideologi, sehingga birokrasi masih khawatir kemasukan<br />
unsur-unsur komunis umpamanya. Namun sekarang, setelah lenyapnya<br />
komunisme, diskriminasi atau preferensi itu masih tetap berlangsung. Hal<br />
ini disebabkan karena belum berkembangnya budaya multikulturalisme<br />
333