You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
MEMAHAMI MUHAMMAD<br />
Yahudi mati, para Muslim bersuka cita. Hal ini jelas kulihat dari diri seorang Muslimah<br />
yang baru berusia lima tahun. Para mualaf secara buta menerima saja segala intrepetasi<br />
Islam yang kolot yang diajarkan imigran Muslim. Mereka mengajarkan Islam sebagai<br />
agama yang melarang ijtihaad (diskusi bebas) guna memberangus orang² yang berpikir<br />
kritis dan agar agama mereka tetap berkuasa. 273<br />
Jeanne Mills, anggota Kenisah Rakyat yang berhasil melepaskan diri dua tahun<br />
sebelum <strong>ali</strong>ran sesat itu pindah ke Guyana, menulis pengalamannya di bukunya yang<br />
berjudul “Six Years with God” (Enam Tahun bersama Tuhan) (1979). Dia menulis:<br />
“Setiap k<strong>ali</strong> aku menceritakan pada seseorang tentang masa enam tahunku menjadi<br />
anggota Kenisah Rakyat, aku menghadapi pertanyaan yang tidak bisa kujawab: Jika<br />
gereja itu sedemikian jelek, mengapa kau dan keluargamu tetap jadi anggota untuk<br />
waktu yang sangat lama?” Osherow berkata, “Beberapa pengamatan lama dari<br />
penyelidikan kejiwaan sosial tentang proses pembenaran diri dan teori penerimaan hal<br />
yang tidak disetujui (cognitive dissonance) 274 dapat menjelaskan perbuatan yang<br />
tampaknya tidak rasional.”<br />
John Walker Lindh dikenal sebagai “T<strong>ali</strong>ban Amerika.” Dia adalah anak muda yang<br />
pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan Al Qaida dan melawan tentara negaranya<br />
sendiri. Dia tidak jadi teroris hanya dalam waktu semalam saja. Ketertarikan John pada<br />
Islam dimulai di usia 12 tahun. Ibunya membawanya nonton film yang disutradarai<br />
Spike Lee yang berjudul “Malcolm X”. Majalah Time mengutip perkataan ibu Lindh,<br />
“Hatinya tergerak melihat adegan orang² segala bangsa menyembah pada Tuhan.”<br />
Tidak ada yang peduli untuk memberitahu anak muda ini akan bahaya Islam.<br />
Seb<strong>ali</strong>knya, dia malah mendapat restu dan ijin dari orangtuanya untuk memeluk Islam,<br />
karena kedua orangtuanya juga tidak tahu apa² tentang Islam. Majalah Time edisi 29<br />
September, 2002 menulis: “Orangtua John senang melihat anaknya menemukan sesuatu<br />
yang menarik hatinya. Pada jaman itu orangtua² lain yang mereka kenal bergulat dengan<br />
masalah anak² mereka yang terlibat obat bius, ngebut, minum. Hal ini membuat mereka<br />
mengira ketertarikan anak mereka terhadap Islam bukanlah masalah apapun. Ibu John<br />
yang bernama Marilyn biasa mengantar anaknya ke mesjid untuk sembahyang Jum’at.<br />
Di petang hari, seorang Muslim akan mengantar John pulang.”<br />
Masyarakat Amerika yang penuh toleransi juga tidak melihat apapun yang salah jika<br />
seorang anak muda Amerika memeluk Islam. Dia berjalan dengan baju Islamnya yang<br />
aneh di jalanan, dan orang² Amerika lainnya tidak menegurnya. “Ini dianggap sebagai<br />
anak muda mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya, dalam diri rohaninya, dan ini<br />
tentunya bukan hal yang mengerikan atau layak dibenci,” demikian laporan majalah<br />
Time.<br />
273 http://www.faithfreedom.org/Testimonials/Abdulquddus.htm<br />
274 Lihat Aronson, E. The social animal (3rd ed.) San Francisco: W. H. Freeman and Company, 1980. AND Aronson, E.<br />
Teori disonansi kognitif: Perspektif Masa Kini. In L. Berkowitz (ed.), Advances in experimental social psychology. Vol. 4,<br />
New York: Academic Press, 1969.<br />
196