You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
MEMAHAMI MUHAMMAD<br />
Allâh bagi Muhammad adalah sebuah alat yang nyaman untuk memanipulasi orang.<br />
Melalui dia, dia bisa mendapat wewenang tak terbatas terhadap para pengikutnya. Dia<br />
menjadi tuan atas nyawa mereka. Hanya ada satu tuhan, maha kuasa, ditakuti, juga<br />
murah hati dan pengampun, dan dia, Muhammad, adalah satu²nya yang menjadi<br />
penghubung antara Dia dan manusia. Ini membuat Muhammad menjadi wakil Allâh.<br />
Meski kepatuhan seharusnya untuk Allâh turun kepada dia, dalam kenyataannya, selalu<br />
Muhammad dan setiap tingkahnyalah yang berharap untuk dipuaskan oleh para<br />
pengikutnya. Dr. Vaknin menjelaskan:<br />
Menjadi Tuhan adalah yang p<strong>ali</strong>ng diinginkan oleh seorang Narsisis: maha kuasa, maha<br />
tahu, ada dimana-mana, dipuja, dibicarakan, dan membangkitkan rasa hormat. Menjadi<br />
Tuhan adalah mimpi basahnya orang narsisis, khayalan terhebatnya. Tapi Tuhan berguna<br />
dalam banyak hal juga.<br />
Narsisis berubah², mengidealkan dan meremehkan figur otoritas.<br />
Dalam fase ide<strong>ali</strong>sasi, dia berusaha menyamai mereka, dia mengagumi mereka, meniru<br />
mereka (sering secara menggelikan), dan membela mereka. Mereka tidak bisa salah atau boleh<br />
salah. Orang narsisis menganggap mereka lebih besar dari hidup itu sendiri, sempurna,<br />
lengkap dan brilian. Tapi ketika harapan² sang narsisis yang tidak re<strong>ali</strong>stis dan kempes<br />
menghadapi kegagalan, dia mulai meremehkan bekas idolanya itu.<br />
Sekarang mereka menjadi “manusia” (bagi sang narsisis ini adalah sebuah hal yang hina).<br />
Mereka makhluk kecil, rapuh, mudah salah, penakut, kejam, bodoh dan biasa-biasa saja. Sang<br />
narsisis menjalani siklus yang sama dalam hubungannya dengan Tuhan, figur otoritas<br />
tauladannya.<br />
Tapi sering, bahkan ketika kekecewaan dan keputusasaan tentang penyembahan muncul, -<br />
sang narsisis terus berpura-pura cinta pada Tuhan dan masih mentaatiNya. Sang narsisis<br />
mempertahankan penipuan ini karena posisinya sebagai wakil tuhan membuat dia punya<br />
wewenang. Para pendeta, pemimpin jemaah, pengkhotbah, penginjil, <strong>ali</strong>ran pemuja, politisi,<br />
kaum intelektual, semua memperoleh wewenang dari yang katanya ‘hubungan khusus<br />
mereka dengan Tuhan’.<br />
Otoritas religius membuat sang narsisis menuruti keinginan sadisnya dan untuk<br />
menjalankan misogyny (kebenciannya terhadap wanita) secara terbuka dan bebas… Sang<br />
Narsisis, yang sumber berwenangnya adalah religius, mencari para budak yang patuh dan<br />
tidak banyak tanya yang mana kemudian dia jalankan keahlian tipu dan keinginannya itu<br />
pada mereka. Sang narsisis bahkan bisa mengubah sentimen religius murni dan tidak<br />
berbahaya menjadi sebuah ritual pemujaan dan hirarki yang berbahaya. Dia memangsa<br />
orang² yang mudah dibujuk. Para pengikutnya sek<strong>ali</strong>gus jadi sanderanya.<br />
Otoritas religius juga mengamankan ‘Suplai narsisistik’ sang narsisis. Para pengikutnya,<br />
anggota jemaahnya, para pemilihnya, para pendengarnya – semua diubah menjadi Sumber<br />
71