Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
MEMAHAMI MUHAMMAD<br />
Tawanan sial itu punya pikiran seb<strong>ali</strong>knya, dan memohon pada Musab (teman dia dulu yang<br />
sekarang telah masuk Islam) untuk menjadi perantara baginya. Musab mengingatkan dia<br />
bahwa dia telah menyangkal iman dan menganiaya orang Muslim. “Ah!” kata Nadir, “kalau<br />
saja orang Quraish menangkapmu, mereka tidak akan pernah menghukum mati mu!” “Meski<br />
begitu,” Musab menjawab, “Aku tidak seperti itu; Islam telah memutuskan semua ikatan<br />
kekeluargaan.” Musad, yang menangkapnya, dan tahu bahwa tawanan ini bisa memberinya<br />
uang tebusan yang banyak, merasa rejeki akan lepas dari tangannya, berteriak, “tawanan ini<br />
milikku”! Pada saat itu, perintah untuk “Potong Kepalanya!” diucapkan oleh Muhammad,<br />
yang mengawasi semua ini. “Dan Oh Tuhan!” tambahnya, “Apa kau dengan harta<br />
jarahanMu memberi mangsa yang lebih baik dari ini pada Musab?” Nadir tanpa ampun<br />
dipancung oleh Ali.<br />
Dua hari kemudian, sekitar setengah jalan ke Medina, Oqba, tawanan lain, dikeluarkan<br />
untuk dipancung. Dia meminta untuk bicara dan menuntut kenapa dia diperlakukan lebih<br />
parah daripada tawanan lain. “Karena permusuhanmu pada Allâh dan RasulNya,” jawab<br />
Muhammad. “Dan anak perempuanku yang masih kecil!” tangis Oqba, “siapa yang akan<br />
mengurusnya?” – “Api Neraka!” teriak sang penakluk tanpa hati itu; dan seketika itu juga<br />
sikorban dijatuhkan ketanah. “celakalah kau!” lanjut Muhammad, “dan penganiaya! Tidak<br />
percaya Allâh dan rasulnya dan Kitabnya! Kupanjatkan sukur pada Allâh yang telah<br />
menyiksamu dan membuat mataku nyaman dengan itu.” 117<br />
Terdapat kisah cinta yang mengharukan dalam cerita di atas itu yang bahkan lebih<br />
menunjukkan kekejaman dari Muhammad. Setelah beberapa tawanan yang tertangkap<br />
dalam Perang Badar dipancung karena mereka telah menghina Muhammad beberapa<br />
tahun sebelumnya, ketika dia masih di Mekah, sisanya ditawan untuk dimintai tebusan<br />
pada keluarganya. Diantara mereka terdapat Abul Aas, suami dari anak perempuan<br />
Muhammad, Zeinab. Keluarga para tawanan mendapatkan apa yang dituntut sang<br />
bandit agar orang yang mereka cintai selamat dari kematian. Zeinab mengirim kalung<br />
emas yang dia dapatkan dari ibunya Khadijah saat menikah untuk menebus suaminya.<br />
Muhammad, yang mengen<strong>ali</strong> kalung tersebut karena pernah dipakai istrinya Khadijah,<br />
tergerak hatinya dan setuju untuk melepaskan Abul Aas tanpa tebusan yang diminta<br />
asalkan Zeinab meninggalkan dia (suaminya) dan bergabung dengannya (Muhammad)<br />
di Medina. Orang ini tidak mampu melakukan sesuatu kebaikan tanpa menuntut<br />
sesuatu sebagai balasannya. Bahkan kebaikannya didesain untuk membuat mereka yang<br />
menerima kebaikan itu terkesan dan kemudian jadi pindah kepihak dia. Abul Aas tidak<br />
tahan berpisah dari istrinya dan agar bisa bersamanya dia harus masuk Islam dan<br />
bergabung bersamanya di Medina, itupun Cuma sebentar karena tidak lama kemudian<br />
istrinya meninggal.<br />
Para Muslim menampilkan Islam sebagai sebuah agama damai dan toleran terhadap<br />
orang luar dan akan memasang muka tersenyum pada orang yang berpotensi untuk<br />
direkrut. Mereka jadi sangat penolong, rendah hati dan sangat menarik pada orang yang<br />
117 Sir William Muir: The Life of Mohamet, Vol. 3 Ch. XII Page 115-116<br />
92