11.05.2013 Views

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

This document Katakanlah is created terdapat with trial satu version naskah of CHM2PDF Al-Qur'an Pilot milik 2.15.74.<br />

Nabi Muhammad mengapa beliau lalai<br />

menyerahkannya pada para Sahabat untuk disimak dan dimanfaatkan? Besar kemungkinan, di luar<br />

perhatian, tiap nasikh-mansukh, munculnya wahyu baru, ataupun perpindahan urutan ayat-ayat tidak akan<br />

tecermin dalam naskah di kemudian hari. Dalam masa[ah ini, beliau akan membuat informasi keliru dan<br />

melakukan sesuatu yang merugikan umatnya; kerugian yang ada dirasa lebih besar dari manfaatnya. Jika<br />

naskah itu terdapat, mengapa Zaid bin Thabit tidak memakainya sebagai narasumber di zaman<br />

pemerintahan Abu Bakr? Sebelumnya, telah saya kemukakan bahwa guna mendapat legitimasi sebuah<br />

dokumen, seorang murid mesli bertindak sebagai saksi mata dan menerima secara langsung dari guru<br />

pribadinya. Jika unsur kesaksian tidak pernah terwujud, adanya buku seorang ilmuwan yang telah<br />

meninggal dunia, misalnya, akan menyebabkan kehilangan nilai teks itu. Demikianlah apa yang dilakukan<br />

oleh Zaid bin Thabit. Dalam mendikte ayat-ayat Al-Qur'an kepada para Sahabat, Nabi Muhamtnad ,<br />

melembagakan sistem jaringan jalur riwayat yang lebih tepercaya didasarkan pada hubungan antara guru<br />

dengan murid; sebaliknya, karena beliau tidak pernah menyerahkan bahan-bahan tertulis, maka tidak ada<br />

unsur kesaksian yang terjadi pada naskah kertas kulit yang dapat digunakan sebagai sumber utama untuk<br />

tujuan perbandingan, baik oleh Zaid maupun orang lain.4<br />

Tetapi jika keseluruhan Al-Qur'an telah direkam melalui tulisan semasa kehidupan Nabi Muhammad<br />

dan disimpan baik dalam pengawasan beliau maupun para Sahabat, mengapa pula `Umar takut<br />

kehilangan Al-Qur' an karena syahidnya para huffaz? Hal ini, sekali lagi, menyangkut tentang hukum<br />

persaksian.<br />

Dengan jumlah yang ribuan, para huffaz memperoleh ilmu pengetahuan Al-Qur'an mela]ui satusatunya<br />

otoritas yang saling beruntun di muka bumi ini yang, akhirnya, sampai pada Nabi Muhammad<br />

Setelah beliau wafat, mereka (para sahabat) menjadi sumber otoritas yang juga saling beruntun; kematian<br />

mereka hampir-hampir telah mengancam terputusnya kesaksian yang berakhir pada Nabi Muhammad ,<br />

yang mengakibatkan untuk mendapat ilmu yang diberi otoritas kurang memungkinkan. Demikian juga<br />

apabila mereka mencatat ayat-ayatnya menggunakan tulisan tangan akan kehilangan nilai sama sekali,<br />

karena pemiliknya sudah masuk ke liang lahat dan tidak dapat memberi pengesahan tentang<br />

kebenarannya. Kendati mungkin terdapat secercah bahan tulisan yang secara tak sengaja persis sama<br />

dengan Al-Qur'an seperti yang dihafal oleh yang lain, selama masih terdapat saksi utama yang sesuai, ia<br />

akan menjadi paling tinggi, menempati urutan ke tiga dari dokumen yang sah. Itulah sebabnya dalam<br />

membuat kompilasi Suhuf, Abu Bakr bertahan pada pendiriannya bahwa setiap orang bukan saja mesti<br />

membawa ayat, melainkan juga dua orang saksi guna membuktikan bahwa penyampaian bacaan itu<br />

datang langsung dari Nabi Muhammmad (kita temukan hukum kesaksian ini juga dihidupkan kembali di<br />

zaman pemerintahan `Uthman). Ayat-ayat yang telah ditulis tetap terpelihara dalam rak-rak dan lemari<br />

simpanan, baik tanah Yamamah itu mengisap darah para huffaz ataupun tidak, akan tetapi otoritas saksi<br />

yang merupakan poin paling penting dalarn menentukan keutuhan nilai sebuah dokumen, yang paling<br />

dijadikan titik sentral kekhawatiran ' Urnar.<br />

3. Perubahan Istilah Islam pada Pemakaian Ungkapan Asing<br />

Pintu gerbang kedua masuknya serangan terhadap Al-Qur'an adalah melalui perubahan besarbesaran<br />

studi keislaman menggunakan peristilahan orang Barat. Dalam karyanya Introduction to Islamic<br />

Law, Schacht membagi fiqih Islam kepada judul judul berikut: orang (persons), harta (property), kewajiban<br />

umum (obligations in general), kewajiban dan kontrak khusus (obligations and contracts in particular), dan<br />

lain-lain.5 Susunan seperti ini sengaja diperkenalkan hendak mengubah hukum Islam pada hukum Romawi<br />

yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan topic bahasan serta pembagiannya yang digunakan dalam<br />

sistem perundang-undangan Islam. Wansbrough melakukan hal yang sama terhadap Al-Qur'an dengan<br />

membagi <strong>Quran</strong>ic Studies menurut ketentuan berikut: Prinsip-prinsip penafsiran (Principles of Exegesis)<br />

(1) Tafsiran Masoreti (Masoretic exegesis); (2) Penafsiran Hagadi (Haggadic exegesis); (3)<br />

Deutungsbedurftigkeit; (4) Penafsiran Halaki (Halakhic exegesis); dan (5) Retorika dan simbol<br />

perumpamaan (Rhetoric and allegory).6<br />

Tafsir-tafsir seperti ini menghabiskan lebih dari separuh buku yang ditulis di mana jika saya<br />

bertanya pada para ilmuwan Muslim baik dari Timur mau pun yang berlatar belakang pendidikan Barat, tak<br />

akan mampu memahami semua daftar isi buku tersebut. Barangkali hanya seorang pendeta Yahudi yang<br />

dapat menjelaskan peristilahan Perjanjian Lama, namun hal ini akan sama nilainya seperti seorang<br />

pendeta memaksakan baju tradisi mereka pada seorang sheikh. Mengapa mereka begitu bergairah<br />

mengubah istilah Islam, di mana tujuannya tak lain hendak memaksakan sesuatu yang di luar jangkauan<br />

bidang para ilmuwan Muslim, guna menunjukkan bahwa hukum mereka bersumber dari Yahudi dan<br />

Kristen?<br />

4. Tuduhan Orientalis terhadap Penyesusian<br />

Hal ini akan menggiring memasuki pintu gerbang ketiga dalam menyerang terhadap Al-Qur'an:<br />

perulangan tuduhan yang ditujukan kepada Islam hanya merupakan pemalsuan terhadap agama Yahudi<br />

dan Kristen, atau bagian dari sikap curang dalam memanfaatkan literatur Kitab Suci untuk kepentingan<br />

sendiri. Wanshrough, sebagai seorang penggagas tak tergoyahkan dalarn pemikiran ini tetap ngotot,<br />

misalnya, ia menyatakan, "Doktrin ajaran Islam secara umum, hahkan ketokohan Muhammad, dihangun di<br />

atas prototype kependetaan agama Yahudi."7 Disini, kita hendak rnengkaji rasa sentimen ke dua orang<br />

ilmuwan tersebut yang menulis menggunakan alur pemikiran yang senada.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!